Anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Demokrat, Didik Mukrianto, menanggapi peretasan yang dialami pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia atau BEM UI. Peretasan itu terjadi setelah mereka mengunggah kritik terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan kalimat Jokowi sebagai "The King of Lip Service" atau Raja Membual.
Didik menilai, apa yang disampaikan BEM UI merupakan dalam rangka mengkritisi kebijakan yang dinilai tidak sesuai. Apalagi, kata Didik, dalam negara hukum yang demokratis seperti Indonesia, kebebasan mengeluarkan pendapat dijamin pelaksanaannya oleh konstitusi.
"Tidak dibenarkan terhadap siapapun dan kelompok manapun termasuk pemerintah melakukan pemberangusan kebebasan dan memaksakan kehendaknya," kata Didik saat dihubungi Alinea.id, Selasa (29/6).
Menurutnya, prinsip dasar check and balances dalam pengelolaan pemerintahan adalah keharusan, baik dalam perspektif kelembagaan formal seperti yang dilakukan DPR maupun civil society termasuk mahasiswa.
"Kebebasan berekspresi yang bertanggung jawab adalah bagian dari hak warga negara, tidak boleh ada penekanan, pengancaman dengan cara dan alasan apapun. Apalagi memberangus dan mematikan pikiran kritis adalah cara-cara yang jauh dari nilai demokrasi, dan hanya dilakukan oleh pemerintahan dan kekuasaan yang otoriter," ujarnya.
Didik mengatakan, sebagai bagian dari partisipasi, mahasiswa dalam pembangunan sejak dari zaman dulu hingga kapanpun, harus mampu dan terus menjadi kelompok dan pejuang yang kritis jika terjadi kesewenang-wenangan atau adanya kebijakan yang merugikan rakyat. Dia menegaskan, mahasiswa harus terus menjadi moral force, social control, guardian of values dan menjadi agen perubahan.
"Jangan sebaliknya nalar dan logika kritis mahasiswa ciut dan hilang menghadapi arogansi kekuasaan yang sewenang-wenang," ungkap politisi Partai Demokrat ini.
Didik meyakini, dengan tekanan apapun dan dari siapapun, jika itu dilakukan dengan tujuan membungkam mahasiswa dan memberangus pikiran kritis, tidak akan pernah bisa memadamkan semangat dan perjuangan mahasiswa.
"Saya juga yakin Pak Jokowi juga sangat terbuka terhadap masukan dan kritik yang konstruktif," pungkasnya.
Sebelumnya, BEM UI mengkritik Presiden Jokowi dengan menggelarinya sebagai The King of Lip Service alias Raja Membual. Tak lama kemudian, Rektorat UI memanggil sejumlah pengurus BEM UI lewat surat nomor: 915/UN2.RI.KMHS/PDP.00.04.00/2021 yang ditandatangani oleh Direktur Kemahasiswaan UI, Tito Latif Indra.
Pakar komunikasi politik Emrus Sihombing menilai kritik BEM UI terhadap Jokowi sangat subjektif. Menurut Emrus, BEM UI tidak cukup data untuk menyimpulkan atau melabeli Jokowi sebagai Raja Membual.
"Saya kira itu suatu generalisasi yang kurang tepat. Karena data-data, fakta-fakta yang terkait dengan itu belum memadai untuk sampai pada kesimpulan Jokowi Raja Membual," kata Emrus kepada Alinea.id, Selasa (29/6).