Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir akan fokus pada riset reaktor nuklir dan pengembangan kereta cepat dalam menjalin hubungan kerja sama dengan China. Dalam kunjungannya ke China, Nasir akan mendorong perguruan tinggi untuk membuka ilmu baru soal nuklir di bidang transportasi.
"HTGR atau reaktor nuklir multifungsi bersuhu tinggi dengan pendingin gas, akan segera kami dalami untuk riset," kata Menristekdikti Nasir seperti dikutip Antara di Beijing, pada Jumat (13/4).
HTGR dikembangkan oleh China itu mampu menghasilkan energi listrik berkapasitas 200 megawatt sehingga Menristekdikti tertarik untuk mengembangkan risetnya di Indonesia. Apalagi laboratorium (reaktor nuklir) sudah ada di Serpong, Bandung dan Yogyakarta.
Namun laboratorium tersebut tidak semua menghasilkan energi, hanya menghasilkan isotop untuk bidang kesehatan dan pangan. Menurut Nasir, nota kesepahaman kerja sama di bidang pengembangan laboratorium reaktor nuklir dengan China sudah ditandatangani sejak dua tahun yang lalu.
Selain mengembangkan HTGR, sampai saat ini China juga telah mengoperasikan 38 unit pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) yang masing-masing mampu menghasilkan energi listrik sebanyak 1.000 megawatt. China juga sedang membangun 20 unit PLTN lagi yang diproyeksikan selesai pada 2020.
"Jadi pada 2020 China sudah punya 58 unit PLTN. Kalau setiap unit pembangkit mampu memproduksi 1.000 MW, maka China sudah punya 58.000 MW yang dihasilkan dari nuklir. Kita membangun 35.000 MW saja sampai sekarang tidak selesai-selesai," ujarnya.
Oleh sebab itu, Menristekdikti mendorong para mahasiswa Indonesia untuk mendalami bidang energi di China. Pembangkit di China sudah tidak lagi menggunakan air. Mereka sudah mulai menggunakan HTGR yang merupakan hasil pengembangan Tsingghua University.
Sementara di sektor transportasi massal Menristekdikti menyatakan China fokus pada pengembangan kereta api cepat yang jaringannya tersebar di sebagian besar wilayah daratan Tiongkok. Khusus kereta api cepat, mulai dari manajemen transportasi hingga komponen, diakui Nasir Indonesia belum banyak pengalaman.
Ia berharap Indonesia memiliki tenaga teknis di bidang perkeretaapian berkecepatan di atas 300 kilometer per jam yang sekarang sedang digarap China di jalur Jakarta-Bandung. Makanya, akan didorong sejumlah perguruan tinggi di Indonesia agar membuka program studi kereta cepat.
"Sekarang di Indonesia tidak ada nomenkelatur prodi. Saya bebaskan rektor membentuk prodi apa pun karena dunia pendidikan tidak bisa lagi menutup diri. Perguruan tinggi akan menjadi museum bukan sebagai pemikir perubahan kalau berpikiran sempit," ujarnya.
Di Beijing, Menristekdikti juga menggelar pertemuan bilateral dengan Menteri Iptek China Wang Zhigang dan mengunjungi Tsinghua University setelah menghadiri pencanangan Tahun Inovasi ASEAN-China. Setelah itu, Menristekdikti menuju Chengdu, Provinsi Sichuan, untuk mengungjungi Laboratorium Litbang Kereta Cepat di Xinan Jiaotong University.