close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Komisioner Komnas HAM Beka Ulung (kanan) pada diskusi
icon caption
Komisioner Komnas HAM Beka Ulung (kanan) pada diskusi "Bagaimana Sebaiknya Mengurus Papua" di Cikini, Jakarta, pada Sabtu (31/8). Alinea.id/Valerie Dante
Nasional
Sabtu, 31 Agustus 2019 13:03

Peristiwa Papua hambat langkah RI menuju Dewan HAM PBB

Indonesia telah menyampaikan pencalonannya sebagai anggota Dewan HAM PBB periode 2020-2022
swipe

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Beka Ulung Hapsara menilai, pergolakan di Papua dapat mempersulit jalan Indonesia menuju Dewan HAM PBB.

Indonesia telah menyampaikan pencalonannya sebagai anggota Dewan HAM PBB periode 2020-2022, pemilihannya akan digelar pada Oktober 2019.

Beka mengatakan, Komnas HAM mendukung Indonesia terpilih menjadi anggota Dewan HAM PBB dengan syarat utama penyelesaian persoalan hak asasi manusia yang berat.

"Ketika Indonesia menyatakan mau mencalonkan diri sebagai anggota Dewan HAM PBB tentu saja harus membangun komitmen," ujar Beka.

Dia menjelaskan, komitmen dapat dibangun dengan menciptakan situasi kondusif bagi penghormatan dan perlindungan HAM, penyelesaian persoalan HAM di dalam negeri, serta berperan aktif menciptakan perdamaian dunia.

"Kalau ada kejadian di Papua seperti sekarang, itu akan jadi catatan bagi negara-neagra lain dalam hal memberikan dukungan bagi Indonesia," kata dia.

Negara-negara lain dapat berpikiran apakah Indonesia layak jadi anggota Dewan HAM PBB jika pergolakan persoalan HAM masih terus terjadi di dalam negeri.

Jika tidak memiliki kerangka penyelesaian yang jelas, persoalan Papua pasti akan menjadi pertanyaan dunia internasional yang perlu dijawab Indonesia.

"Kampanye negatif terhadap Indonesia dengan terus mempertanyakan kembali komitmen-komitmen HAM akan semakin sering didengar dan harus ditanggapi pemerintah kita," ungkapnya. "Ini bukan hanya permasalahan dalam negeri, tetapi juga sudah menjadi persoalan internasional."

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif CSIS Philips Vermonte mengatakan, Indonesia perlu menyelesaikan persoalan Papua secara internal ketimbang melibatkan kekuatan dunia lainnya.

"Di seluruh dunia, lagi banyak kasus-kasus seperti Papua, contohnya seperti Xinjiang dan Kashmir. Kalau ada usaha untuk menyelesaikannya, misalnya melalui Dewan Keamanan PBB, pasti akan diveto oleh salah satu negara anggota tetap (P5). Dari sisi itu, mungkin lebih baik penyelesaian secara domestik atau dari dalam," jelasnya.

Menurut Philips, pemerintah pusat perlu menunjukkan gestur komitmen untuk paling tidak mencoba menyelesaikan satu atau dua kasus pelanggaran HAM yang telah terjadi di Papua.

"Tunjukan bahwa pemerintah peduli dan berempati," lanjut dia.

img
Valerie Dante
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan