Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman pada Jumat (24/11) mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Berdasarkan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PTUN, perkara tersebut bernomor 604/G/2023/PTUN.JKT dengan status pendaftaran perkara. Tergugatnya adalah Ketua MK RI.
Apa yang dilakukan Hakim Konstitusi Anwar Usman itu, sangat berbeda jauh dengan pernyataannya sebelumnya.
"Sejak awal saya sudah mengatakan, bahwa jabatan itu adalah milik Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa. Sehingga pemberhentian saya sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi, tidak sedikit pun membebani diri saya," kata Anwar dalam konferensi pers di kantor MK pada Rabu (8/11).
Perubahan sikap Anwar Usman itu, memang layak dipertanyakan publik. Pasalnya, dengan masuknya perkara ke PTUN, bakal membuat konsentrasi hakim konstitusi terbagi. Selain melakukan konsolidasi internal, hakim konstitusi juga harus datang ke PTUN untuk menghadiri persidangan. Padahal, MK perlu segera melakukan konsolidasi internal untuk kembali memperbaiki citra MK kepada publik. Setelah adanya putusan MKMK beberapa waktu lalu.
"Proses di PTUN bisa 3-4 bulan. Hal ini setidaknya bakal mengganggu konsentrasi Ketua MK untuk mempebaiki internal. Karena hal itu justru malah memelihara konflik di internal MK," kata Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Charles Simabura, saat dihubungi Alinea.id, Sabtu (25/11).
Selain itu, Charles malah khawatir, apapun putusan PTUN tidak bakal memuaskan Anwar Usman. Dan bila itu terjadi, pastinya bakal semakin memperburuk citra MK. Yang berarti akan mengganggu aktivitas MK yang tidak lama lagi, bakal menerima permohonan perkara perselisihan hasil pemilu, baik pilpres, DPR/DPRD, DPD, maupun pilkada.
Sehingga, tidak salah jika ada anggapan kalau yang dilakukan Anwar Usman diduga berbau politis, alias bukan murni keputusan pribadi. Melainkan ada orang dibalik itu. Mengingat vitalnya peran MK dalam pemilu, khususnya menyelesaikan perselisihan pemilu. Namun, Charles mengaku tidak tahu siapa dibalik keputusan Anwar Usman melaporkan Ketua MK ke PTUN.
Itulah sebabnya, dia mendukung adanya laporan kembali Hakim Konstitusi Anwar Usman kepada Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) pada Selasa (21/11). Setidaknya hal itu bisa menjadi jalan pemecatan Anwar Usman dari hakim konstitusi. Agar, konflik di internal MK tidak berlarut-larut dan MK bisa segera melakukan konsolidasi.
"Sikap ini sekaligus meunujukkan kalau dia bukan negarawan. Dia sudah dapat sanksi berat dari MKMK. Dia tak mengoreksi diri dan mempunyai iktikad baik. Padahal seharusnya, sanksi itu menjadi alat sebagai koreksi diri. Tetapi sepertinya tidak dilakukan," ucap dia.
Hal serupa juga disampaikan Wakil Ketua YLBHI bidang Advokasi Arif Maulana. Menurut Arif. seharusnya Anwar Usman malu karena masih menjabat sebagai hakim konstitusi setelah dinyatakan melakukan pelanggaran kode etik berat oleh MKMK. Tetapi ternyata, malah memperpanjang persoalan dengan mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Jika tunduk pada ketentuan hukum yang berlaku pada Pasal 41 huruf c jo Pasal 47 PMK No.1 Tahun 2023 tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi dan konsisten dengan fakta hukum terbuktinya pelanggaran berat Anwar Usman, semestinya seluruh majelis hakim MKMK memutuskan memberhentikan Anwar Usman dari jabatannya sebagai hakim MK maupun Ketua MK, bukan sekedar memberhentikannya sebagai ketua MK. Sayangnya, hanya Bintan S Saragih yang konsisten mengambil pandangan tersebut melalui dissenting opinion.
Keberadaan Anwar Usman tentu akan menjadi beban dan bom waktu bagi MK, terkait dengan isu integritas, independensi dan imparsialitas MK untuk menjalankan tugas beratnya sebagai penjaga demokrasi dan konstitusi. Sehingga adalah tidak pantas dan tidak masuk akal mempertahankan orang yang terbukti tidak layak menjadi hakim Mahkamah Konstitusi.
"Langkah mengajukan PTUN semakin mempertegas kalau Anwar Usman memang tidak pantas lagi mendapatkan mandat sebagai hakim MK. YLBHI sendiri sejak awal mempertanyakan alasan tidak memecat Anwar Usman. Karena kami khawatir akan menjadi bom waktu dan menambah masalah. Dan tidak pakau lama sudah terbukti," ucap dia.
YLBHI sendiri masih mencari objek gugatan Anwar Usman ke PTUN. Apakah terkait pengangkatan Ketua MK atau pemberhentiannya sebagai Ketua MK. Kalau yang menjadi objek soal pengangkatan Suhartoyo sebagai Ketua MK, maka harus diketahui juga apa yang menjadi sasarannya. Sehingga masyarakat bisa mengetahu alasan Anwar Usman melayangkan gugatan ke PTUN.
Tetapi apapun itu, apa yang dilakukan Anwar Usman dapat disebut sebagai betuk perlawanan hukumnya. Hal itu memang merupakan hak Anwar Usman sebagai warga negara. Tetapi secara etika, apa yang dilakukan Anwar Usman tidak layak dilakukan. Terlebih dengan adanya hasil putusan MKMK yang menyebutkan Anwar Usman telah terbukti melakukan pelanggaran kodet etik berat.