close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Advokat Peradi Petrus Selestinus.AntaraFoto
icon caption
Advokat Peradi Petrus Selestinus.AntaraFoto
Nasional
Senin, 16 Desember 2019 18:57

Perlu audit forensik terhadap kinerja KPK

Selama 15 tahun berdiri, lembaga antirasuah cenderung tertutup dari luar.
swipe

Advokat Peradi sekaligus mantan Komisioner Komisi Pemeriksa Keuangan Penyelenggara Negara (KPKPN) Petrus Selestinus menegaskan perlunya audit forensik terhadap kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Menurutnya, selama 15 tahun berdiri, lembaga antirasuah cenderung tertutup dari luar. Akibatnya, KPK kerap bermain politis dan melakukan kriminalisasi terhadap orang yang dianggap melakukan korupsi.

"Audit forensik untuk membuktikan apakah KPK melakuan penyimpangan. Selama 15 tahun kok belum pernah dikoreksi, karena mereka tertutup," kata Petrus dalam diskusi publik bertajuk "KPK di Persimpangan Jalan, Antara Politis dan Hukum," di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Senin (16/12).

Petrus mengatakan koreksi terhadap KPK sudah dilakukan melalui revisi UU KPK. Koreksi selanjutnya ialah melakuan audit forensik.

Dia mengatakan, saat mengunjungi pengacara kondang sekaligus terpidana korupsi, Otto Cornelis (OC) Kaligis beberapa waktu lalu di Lapas Sukamiskin, Kota Bandung, dia menyempatkan diri mendengar langsung isi buku berjudul 'KPK Bukan Malaikat'. Adapun buku tersebut ditulis OC Kaligis di Lapas Sukamiskin.

Dalam buku tersebut, OC Kaligis membeberkan 'dosa-dosa' KPK selama 15 tahun. Di antaranya adanya penyalahgunaan wewenang hingga kriminalisasi terhadap saksi-saksi.

"Buku OC ditulis berdasarkan pengalaman dia sebagai advokat, terpidana, dan sebagainya. Untuk buktikan itu (penyalahgunaan wewenang), perlu audit forensik untuk menjawab keraguan masyarakat," jelasnya.

Menurut Petrus, berdasarkan undang-undang, KPK memiliki lima tugas besar, yakni koordinasi, supervisi, penyelidikan, penyidikan dan penuntutan; pencegahan tindak pidana korupsi dan monitoring. 

Dari lima tugas besar ini, KPK dibawah rezim Agus Rahardjo hanya menonjolkan bidang penindakan (penyelidikan, penyidikan dan penuntutan). Sedangkan empat bidang tugas lainnya nyaris tak terdengar. 

"Tugas penyelidikan, penyidikan dan penuntutan itu pun gagal dilaksanakan, karena banyak kasus besar mangkrak (tidak tuntas) diselesaikan oleh KPK (BLBI, Bank Century, dan KTP-el), belum lagi kasus besar yang mangkrak di kepolisian dan kejaksaan yang juga menjadi wewenang KPK untuk mengambilalih tetapi kenyataannya tidak pernah dilakukan," katanya. 

Petrus menilai, kegagalan pencegahan dan pemberantasan porupsi selama 15 tahun perjalanan KPK tidak semata-mata karena ada titik lemah pada UU KPK. Tetapi juga pada persoalan kapasitas pimpinan KPK, yang mudah diintervensi. 

"UU sudah bagus tetapi pimpinan yang bermasalah. Mereka asyik pada penindakan, kewenangan yang lain tidak," pungkasnya. 

Sementara Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, menyambut baik masukan Petrus Selestinus. Menurutnya, tak ada satu lembaga yang boleh menghindar dari proses audit.

"Tidak ada lembaga di negeri ini yang tidak boleh diaudit. Bagus itu (masukan Petrus)," kata Saut, saat dihubungi Alinea.id, Senin (16/12).

Aturan audit KPK juga sudah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Dalam aturan itu, kata Saut, KPK harus terbuka kepada publik terkait kinerja yang sudah dilakukan.

"KPK juga harus terbuka, itu perintah (dari) Undang-Undang KPK. KPK harus terbuka atas apa yang dikerjakan," ujar Saut.

img
Achmad Al Fiqri
Reporter
img
Marselinus Gual
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan