Rencana DPR memperluas tafsir perzinaan dalam revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) mendapat kecaman dari tujuh aliansi masyarakat sipil. Mereka menamakan diri sebagai Koalisi KUHP untuk Keadilan menganggap perluasan makna zina pada Pasal 484 KUHP tak bisa berlaku untuk orang dewasa.
"Kalau Pasal ini mengacu jika korban adalah anak di bawah umur 18 tahun, sudah jelas kita melindungi anak. Nah bagaimana jika pelakunya orang dewasa yang sudah bisa bertanggungjawab dan atas dasar suka sama suka? Ini kan sulit untuk menunjuk mana korban dan siapa yang harus dipidana," ujar akademisi dari Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Jentera, Anugerah Rizki Akbari, di Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (25/1).
Rizki menilai jika perilaku suka sama suka dipidanakan, sama halnya negara telah bersikap berlebihan lantaran melanggar hukum privat warganya. Alhasil, dia menyebut pemerintah gagal mengonsep kriminalitas dengan baik.
Selain itu, perluasan tafsir zina juga dianggap bisa berdampak pada Pasal 488 KUHP yang mengatur tentang larangan kumpul kebo. Bunyi pasal tersebut yaitu 'Setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan yang sah, dipidana penjara paling lama satu tahun'. Rizki memprediksi, perluasan makna zina berpotensi untuk mengkriminalisasi warga negara yang sudah menikah dan tinggal bersama, tapi belum tercantum dalam pencatatan sipil.
"Pasal ini akan berimplikasi pada mereka yang kawin secara agama atau adat sah, namun tidak dicatatkan dalam dokumen negara. Pasal ini juga berpotensi mengkriminalisasi perempuan yang melakukan nikah siri, misalnya, mereka kan tidak tercatat karena bukan istri pertama," sambungnya.
Koalisi KUHP untuk Keadilan terdiri dari Aliansi Remaja Independen (ARI), Jaringan Kerja Prolegnas Pro Perempuan (JKP3), LBH APIK, Arus Pelangi, Pusat Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), Aliansi Satu Visi (ASV), serta Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM).