Ketua Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Benny Rhamdani, mengklaim pernyataannya yang meminta "izin tempur" kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan beredar luas di media sosial bahkan viral dikutip secara tidak utuh.
"Saya yakin video itu adalah video yang tidak utuh. Kalau utuh, kan, seharusnya keseluruhan, dong, dari mulai pertama sampai selesai, kurang lebih 40 menit. Harusnya dimuat secara utuh," ujarnya di Komplek Parlemen, Jakarta, Senin (28/11).
Sebelumnya, di sela-sela acara relawan di Stadion Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, pada Sabtu (26/11), Benny mengajukan izin bertempur dengan pihak-pihak kontra pemerintah.
Pernyataan tersebut disampaikannya langsung kepada Jokowi. Namun, jika permintaan itu tidak dikehendaki, meminta penegakan hukum kepada pihak-pihak yang mengkritisi pemerintahan.
Menurut Benny, apa yang disampaikannya kepada Jokowi tak berlangsung secara tertutup. Selain itu, dalihnya, tidak sendirian menyampaikan masukan tersebut.
"Mumpung ada kesempatan pimpinan relawan bertemu dengan Presiden sebelum acara dimulai, seperti biasa [mengajukan suatu permintaan] dan sudah banyak kali dilakukan. Itu adalah kesempatan, kita menyampaikan pandangan, harapan," tuturnya.
Benny melanjutkan, dirinya saat itu menyampaikan kondisi kebangsaan pasca-Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019, yang ditandai bergabungnya Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto, ke dalam koalisi pemerintah. Di depan Jokowi, dia berharap tidak ada lagi rivalitas.
"Dengan bergabungnya Prabowo-Sandiaga Uno ke pemerintahan Pak Jokowi, itu adalah akhir dari sebuah rivalitas politik pilpres," ungkap eks politikus Partai Hanura ini.
Benny berpendapat, bergabungnya Prabowo dan Sandiaga seharusnya juga diikuti seluruh suporter, baik pendukung militan maupun pendukung ideologis. "Dengan memberikan dukungan atas program-program perintah yang dilakukan oleh Presiden Jokowi."