Bekas Kepala Dinas DPKAD Kota Bandung, Herry Nurhayat, dikabarkan akan menghirup udara bebas demi hukum setelah kedaluwarsanya penetapan perpanjangan penahanan oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung. Dia merupakan terdakwa perkara rasuah pengadaan ruang terbuka hijau (RTH) di Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung 2012-2013.
"Informasi yang kami terima, benar terdakwa Herry Nurhayat status penahanannya keluar demi hukum karena masa penahanan berdasarkan penetapan penahanan oleh majelis hakim telah habis per tanggal 31 Oktober 2020," kata Plt. Juru bicara Bidang Penindakan KPK, Ali Fikri, dalam keterangannya, Minggu (1/11).
Pembebasan terjadi lantaran perpanjangan penahanan Herry tidak dilakukan majelis hakim. "Penahanan pertama ditahap penyidikan terhitung 27 Januari 2020 dan penahanan sampai dengan batas 31 Oktober 2020, adalah penahanan berdasarkan penetapan Ketua Pengadilan Tinggi (PT) Bandung yang tidak dapat diperpanjang kembali," terangnya.
Dikatakan Fikri, setiap penetapan penahanan oleh majelis hakim, jaksa penuntut umum (JPU) KPK telah melaksanakan penetapan dimaksud sesuai hukum acara pidana berlaku. Pun telah menyusun lina masa (timeline) persidangan dari pembacaan surat dakwaan hingga surat tuntutan, termasuk rencana kapan jadwal pembacaan putusan.
Dalam penyusunannya, JPU KPK disebut mempertimbangkan masa penahanan terdakwa. "Namun demikian, ternyata waktu yang ditetapkan majelis hakim dengan agenda pembacaan putusan berubah dan telah melampaui batas waktu penahanan. Oleh karenanya sesuai ketentuan, maka tahanan harus keluar demi hukum lebih dahulu," tutur dia.
Kendati bebas demi hukum, Fikri memastikan, proses penanganan perkara akan tetap berjalan. "Oeh karena itu, KPK mengimbau kepada terdakwa Herry Nurhayat untuk tetap bersikap kooperatif menyelesaikan proses persidangan hingga agenda pembacaan putusan ditanggal 4 November 2020," tandasnya.
Herry ditetapkan sebagai tersangka bersama bekas Anggota DPRD Kota Bandung, Kadar Slamet. Kadar diduga menyalahgunakan kewenangan untuk meminta penambahan anggaran pengadaan RTH dan sebagai makelar pembebasan lahan.
Sementara itu, Herry diduga menyalahgunakan wewenang lantaran mencairkan anggaran yang tidak sesuai dengan dokumen pembelian. Juga disinyalir mengetahui pembayaran bukan kepada pemilik langsung melainkan melalui makelar. Alhasil, badan antikorupsi mengindentifikasi kerugian negara hingga Rp69 miliar dari kasus ini.
Keduanya dijerat KPK dengan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.