Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2018 yang menjadi landasan pembentukan Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP) dikritik oleh Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI). Perpres tersebut membuat polemik terkait gaji yang diterima oleh BPIP.
Boyamin Saiman, Koordinator MAKI menilai, dalam penjabaran Perpres masih banyak poin-poin yang menimbulkan kerancuan. Makanya, MAKI melaporkan kerancuan tersebut kepada Ombudsman RI, dalam kajiannya MAKI menemukan 10 poin dalam Perpres tersebut yang perlu dikaji ulang.
“Saya minta kepada Ombudsman untuk mengkaji apakah penerbitan Perpres ini benar apa tidak benar. Kalau klaim saya, banyak tidak benarnya 10 poin tersebut,” kata Boyamin pada Rabu (30/5).
Sebanyak 10 poin tersebut di antaranya adalah perekrutan pejabat BPIP, pemberian gaji dan landasan pembentukan menjadi garis besar yang perlu ditelaah lebih dalam. Ia juga menilai, Pasal 4 dalam Perpres Nomor 42 Tahun 2018 dengan mengacu pada UUD 1945 tidaklah tepat.
Apabila dibandingkan dengan instansi lain seperti KPK, pembentukan instansi mengacu pada UU, berarti perlu ada juga UU yang menaunginya. Ini artinya kehadiran BPIP tidak terlalu kuat.
Maki juga menganggap perekrutan para pejabat BPIP seharusnya melalui seleksi, bukan penunjukan. Terakhir yang juga menjadi sorotan banyak kalangan terkait gaji yang terbilang besar dari dewan pengarah BPIP, Megawati Soekarnoputri.
“Parameter besaran kecilnya ini tidak ada, harusnya ada,” tambah Boyamin.
Seperti yang diketahui, gaji Dewan Pengarah dalam BPIP lebih besar dibandingkan dengan Ketua BPIP, Yudi Latief. Padahal, kata Boyamin, sebagai Dewan Pengarah yang hanya memberikan saran, tidak seharusnya gaji sebesar itu diberikan pada Megawati. Karena BPIP sebagai bentuk pengabdian negara, maka sebaiknya fasilitas layanan yang diutamakan. Misalnya, pemberian tiket pesawat first class atau akomodasinya.
Apabila memberikan gaji yang dianggap besar dibanding lembaga-lembaga bentukan Perpres itu, justru akan menimbulkan cemooh dari masyarakat yang juga akan menurunkan kualitas para negarawan tersebut. Oleh sebab itu, MAKI juga akan membawa persoalan ini ke Mahkamah Agung untuk pengkajian yang lebih tinggi lagi.