close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi Badan Riset dan Inovasi Nasional. Alinea.id/Oky Diaz
icon caption
Ilustrasi Badan Riset dan Inovasi Nasional. Alinea.id/Oky Diaz
Nasional
Jumat, 09 Juli 2021 06:18

Perpres BRIN baru dan jalan tengah integrasi lembaga riset

Pemerintah tengah menggodok regulasi baru untuk menggantikan Perpres BRIN.
swipe

Belum genap berusia tiga bulan, Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2021 Tentang Badan Riset dan Inovasi Nasional (Perpres BRIN) bakal segera diganti. Perpres tersebut direvisi lantaran isinya potensial menimbulkan kontradiksi dengan sejumlah undang-undang yang telah berlaku. 

“Sehingga nanti (perpres baru) ini tidak keluar dari undang-undang itu. LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) itu, misalnya, kan (ada) di undang-undang lembaga penyelengara keantariksaan," kata sumber Alinea.id di BRIN saat dihubungi, Rabu (7/7).

Perpres BRIN diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 28 April 2021. Selain mengatur kelembagaan BRIN, Perpres itu juga mengamanatkan pengintegrasian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), LAPAN, Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

Tertera pada Pasal 69 ayat (2) Perpres tersebut, LIPI,  BPPT, BATAN, dan LAPAN bakal berubah menjadi organisasi pelaksana penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan (OP litbangjirap atau OPL) di lingkungan BRIN. 

Persoalannya, eksistensi LAPAN dan BATAN sudah diatur dalam UU tersendiri. Pada Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2013 tentang Keantariksaan, LAPAN dibentuk sebagai lembaga yang melaksanakan tugas dan bertanggung jawab langsung kepada presiden. Begitu pula BATAN pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran. 

Menurut sang sumber, kedua UU itu akan dimasukkan ke dalam konsideran Perpres BRIN yang baru supaya isi Perpres harmonis dengan UU terkait lainnya. Meski terintegrasi dengan BRIN, ia menjelaskan, tugas pokok dan fungsi kedua lembaga tidak berubah. 

"Nah, meskipun (LAPAN) digabung ke BRIN, tetap fungsi itu ada. Cuma dialihkan ke BRIN. Begitu juga yang BATAN. Jadi, tidak hilang tuh apa yang diamanatkan undang-undang,” ujar dia. 

Selain penambahan muatan konsideran, sumber Alinea.id mengatakan akan ada perubahan struktur keorganisasian yang diatur dalam Perpres BRIN yang baru. Namun, ia mengaku tidak mengetahui secara detail apa saja yang direvisi. 

"Jujur, kita juga enggak tahu tuh. Tetapi, kalau kata Pak Kepala (BRIN Laksana Tri Handoko), Juli ini sudah keluar nih. Karena ini (Perpres) kan langsung di-handle oleh Kemenkumham dan KemenPAN dan RB,” terang dia.

Rencana pemerintah merevisi Pepres 33/2021 sebelumnya diungkapkan oleh Kepala LAPAN Thomas Djamaluddin dalam webinar Alinea Forum bertajuk “Harmonisasi Regulasi BRIN", Rabu (7/7). Menurut Thomas, BRIN bakal berstatus sebagai lembaga penyelenggara keantariksaan dalam Perpres baru itu. 

Supaya tidak menabrak UU Keantariksaan, BRIN juga akan punya wewenang untuk mendelegasikan tugas, dan fungsi teknis kepada organisasi riset. Dengan begitu, LAPAN bisa tetap menjalankan tugas dan fungsi teknis riset di bidang keantariksaan.

Sebagai penyelenggara, BRIN akan membuat regulasi, mengawasi, infrastruktur dan operasional komersialisasi, kerja sama internasional, serta peluncuran dan bandar antariksa. "Jadi ini jalan tengah yang bisa diwadahi oleh BRIN dan itu tidak bertentangan dengan UU Keantariksaan," jelas Thomas.

Perubahan minor lainnya ialah soal penyebutan lembaga. Diksi OP libtangjirap pada Perpres lama diganti menjadi organisasi riset. Dari informasi yang diterima Thomas, setidaknya ada sebelas organisasi riset yang akan masuk di dalam struktur BRIN. 

Nama lembaga riset yang sudah ada umumnya bakal tetap dipertahankan. LAPAN, misalnya, akan mengurusi riset-riset terkait penerbangan dan antariksa, sedangkan riset ketenaganukliran tetap dipegang BATAN. Penerapan dan pengkajian teknologi berada di bawah BPPT.

“Kemudian di LIPI itu kabarnya akan menjadi empat organisasi riset, (di antaranya) terkait hayati, kebumian, dan seterusnya. Kemudian ada organisasi riset terkait dengan arkeologi, kesehatan, dan sebagainya,” ungkap Thomas.

Pada kesempatan yang sama, Asisten Deputi Riset dan Inovasi Kemenko Perekonomian Andi Novianto membenarkan Perpres BRIN bakal direvisi. Hanya saja, Andi mengaku tidak tahu sejauh mana proses pembahasan regulasi anyar itu.

“Kami sedang mengecek sejauh mana proses (revisi Perpres) ini berlangsung. Mungkin nanti kami akan sampaikan perkembangan selanjutnya," ujar Andi. 

Presiden Joko Widodo (kanan) melantik Laksana Tri Handoko sebagai Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) di Istana Negara, Jakarta Pusat, April 2021. /Foto tangkapan layar Youtube Sekretariat Presiden

Kesemerawutan regulasi

Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto menegaskan perlu ada harmonisasi aturan untuk mencegah kontradiksi antara Pepres BRIN yang lama dengan UU yang sudah eksis. Apalagi, selain tidak sinkron dengan UU Ketenaganukliran dan UU Keantariksaan, Pepres tersebut juga bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Sisnas-Iptek). 

Pada Pasal 48 ayat (1) UU Sisnas Iptek, disebutkan bahwa BRIN dibentuk untuk menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi yang terintegrasi. Maksud dari 'integrasi' pada pasal itu dijelaskan lebih lanjut dalam diktum pada bab penjelasan. 

Disebutkan pada bab itu, yang dimaksud terintegrasi 'adalah upaya mengarahkan dan menyinergikan antara lain dalam penyusunan perencanaan, program, anggaran, dan sumber daya ilmu pengetahuan dan teknologi bidang penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan untuk menghasilkan invensi, dan inovasi sebagai landasan ilmiah dalam perumusan dan penetapan kebijakan pembangunan nasional.'

Namun, disebutkan pada Pasal 69 ayat (2) Perpres BRIN, LIPI,  BPPT, BATAN, dan LAPAN bakal berubah menjadi OP litbangjirap di lingkungan BRIN. Pasal itu, kata Mulyanto, bisa dimaknai memandatkan peleburan empat lembaga riset ke dalam BRIN. 

“Di sana (UU Sisnas Iptek), tidak ada amanat untuk melebur. Jadi, hanya untuk menjalankan agar penelitian secara terintegrasi. Jadi, saya sepakat. Mari kita harmonisasi. Kita tata dengan baik supaya jalan ke depannya bagus," terang Mulyanto dalam webminar yang sama. 

Menurut Mulyanto, regulasi di bidang riset juga kian semerawut lantaran Jokowi juga mengeluarkan Perpres Nomor 31 Tahun 2021 tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi dan Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal pada Kabinet Indonesia Maju Periode Tahun 2019-2024 pada tanggal 28 April 2021.

Pada Perpres itu, Kemendikbud-Ristek juga diberikan peran yang serupa dengan BRIN, yakni sebagai regulator dalam bidang riset dan inovasi dalam negeri. "Bahkan BRIN dan Kemendikbud-Ristek ini punya tugas mengkoordinasikan kebijakan. Jadi, ada dua matahari kembar,” terang Mulyanto.

Kekacauan regulasi itu, kata Mulyanto, akan berimbas pada kinerja parlemen. Pasalnya, bidang riset dan teknologi merupakan ruang lingkup Komisi VII DPR. Di sisi lain, Kemendikbud merupakan mitra Komisi X DPR. "Kita di Komisi VII bingung. Ini dua matahari kembar ini," tegas dia. 

Mulyanto mengatakan, kekacauan regulasi itu bikin para peneliti gamang, termasuk yang berkecimpung di Himpunan Masyarakat Nuklir Indonesia (HIMNI) seperti dia. Kepada para anggota HIMNI, Mulyanto sempat mengusulkan agar mereka mengajukan uji materi Perpres BRIN ke Mahkamah Agung (MA). 

"Saya tanya, berani enggak judicial review? Rupanya anggotanya banyak birokrat. (Peneliti) yang memiliki legal standing yang pas kebanyakan saya dorong, himpunan peneliti. Mereka enggak berani karena kebanyakan peneliti itu pegawai negeri,” ucap politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu. 

Meski begitu, Mulyanto berharap ada kelompok masyarakat yang berani menggugat Perpres BRIN. Ia khawatir perkembangan dunia riset dan inovasi akan terhambat jika tumpang tindih kewenangan akibat Perpres itu dibiarkan begitu saja. 

“Masyarakat, peneliti, semua kita harus berjuang untuk memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah. Jadi, kalau (perpres BRIN) hari ini tidak menyenangkan, kita semua punya peran dan tanggung jawab untuk memperbaiki, termasuk aspek regulasinya," kata dia. 

Gedung Mahkamah Agung di Jakarta Pusat. /Foto Antara

Uji materi dan mediasi 

Senada, Direktur Advokasi dan Jaringan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Fajri Nursyamsi menilai uji materi ke MA merupakan opsi terbaik untuk memperbaiki tumpang tindih kewenangan dan kerancuan regulasi yang muncul karena kehadiran Perpres BRIN. 

Uji materi itu, kata Fajri, paling tepat diajukan oleh kelompok peneliti. "Mungkin ada lembaga yang bergerak di bidang keantariksaan, misalnya, atau lebih luas lembaga penelitian swasta yang selama ini bermitra dengan LIPI," jelas dia. 

Menurut Fajri, peluang untuk dikabulkan permohonan uji materi di MA terbuka cukup lebar. Selain adanya dugaan interpretasi serampangan terhadap klausul 'integrasi' di dalam Pasal 69 Perpres BRIN serta kontradiksi dengan sejumlah UU, keberadaan Dewan Pengarah dalam Pepres itu juga bisa dipersoalkan.

Fajri mengatakan penunjukan Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Dewan Pengarah BRIN juga tidak memiliki landasan hukum kuat. "Itu juga disharmoni dengan Perpres BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila) dan Undang-Undang Sisnas IPTEK,” tutur dia.

Disebutkan pada Pasal 5 Perpres tersebut, BRIN terdiri atas Dewan Pengarah dan pelaksana. Dewan Pengarah bertugas memberikan arahan dalam perumusan kebijakan kepada Kepala BRIN. Ketuanya ialah unsur dari Dewan Pengarah di BPIP. Jokowi sudah menunjuk Megawati untuk posisi itu. 

Infografik Alinea.id

Tak hanya itu, penerbitan Perpres BRIN juga bisa dipersoalkan pada aspek formil. Menurut Fajri, ada kesalahan proses administrasi berupa terlambatnya penerbitan pembaruan aturan untuk mengganti Perpres Nomor 95 tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2019 tentang BRIN.

“Perpres 33 tahun 2021 itu (seharusnya) lahir ketika batas waktu Perpres 95 tahun 2019 itu sebenarnya sudah berakhir (pada Desember 2019). Secara tata kelola kelembagaan, secara tata administrasi negara, saya pikir, bermasalah, ya," terang Fajri.

Selain uji materi, langkah perbaikan juga dapat ditempuh melalui proses mediasi. Itu diutarakan Dosen Regulation Bussiness Digital dan ICT, Fakultas Ekonomi Bisnis dan Pasca Sarjana Fakultas Elektro Telkom University Helni Mutiarsih Jumhur saat dihubungi Alinea.id, Selasa (6/7).

Menurut Mutiarsih, opsi mediasi diatur dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pengambilan, Pengawasan, dan Pengendalian Pelaksana Kebijakan di Tingkat Kementerian Lembaga dan Lembaga Pemerintah. 

Dalam proses tersebut, ia mengatakan, kementerian koordinator berperan sebagai fasilitator mediasi. "Lewat forum mediasi, kedua peraturan tersebut (UU Sisnas Iptek dan Perpres BRIN) ditinjau kembali pasal-pasalnya agar dapat dilaksanakan dan berkeadilan," kata dia. 


 

img
Achmad Al Fiqri
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan