Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 53 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RAN-HAM) 2021-2025 disebut tidak mencantumkan penanganan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.
Orang tua dari Bernardius Ralino Norma Irmawan korban tragedi Semanggi I, Maria Katarina Sumarsih menyebut, Perpres tersebut bukti ketidakseriusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam penuntasan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.
Jokowi dinilai hanya menggunakan isu pelanggaran HAM berat sebagai komoditas politik belaka. Banyak keluarga korban kasus pelanggaran HAM berat masa lalu sudah tidak mendukung Jokowi lagi dalam Pilpres 2019 lalu disebabkan terbukti mengingkari komitmen menghapus impunitas.
Sebab, sambungnya, terduga pelanggar HAM berat masa lalu, Wiranto, diangkat sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan dalam periode I kepemimpinannya.
“Seharusnya Pak Jokowi bijak ketika para pendukungnya saat kampanye diberi jabatan dan kedudukan. Ada jadi komisaris, dirjen, kami dari periode I penuh harap. Kami mendukung. Bahkan, ikut kampanye Pak Jokowi menjadi presiden,” ucapnya dalam diskusi virtual, Rabu (23/5).
“Bahkan, di periode II pun. Tetapi, saya sih enggak mendukung lagi. Itu pun masih ada keluarga korban yang masih berharap-harap pak Jokowi terpilih dengan alasan untuk menolak terduga pelanggar HAM berat menjadi presiden,” sambungnya.
Kini, lanjutnya, banyak keluarga korban pelanggaran HAM berat masa lalu masih berharap Jokowi menepati janjinya dalam penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat sesuai perundang-undangan.
Sementara itu, Ketua Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965-1966 (YPKP 65) Bedjo Untung mengaku kecewa dengan semakin tidak jelasnya nasib kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.
Sebab, jelasnya, kasus pelanggaran HAM berat masa lalu tidak masuk sebagai isu strategis dalam RAN-HAM 2021-2025. Ia mengaku sudah tidak berharap lagi kepada Jokowi terkait penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat.
Ia pun mengajak keluarga korban pelanggaran HAM berat masa lalu dan LSM melakukan gugatan class action atau gugatan kelompok. “Sampai hari ini belum dilakukan (penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu). Kalau ini kenyataannya, tanpa campur tangan dari negara, mari kita lakukan rencana semula, melakukan gugatan warga bahwa negara ternyata tidak menyelesaikan janji-janjinya. Bahkan melawan komitmen awal,” ucapnya.
Sebelumnya, Jokowi mengatakan, komitmen kuat pemerintah dalam penegakan HAM telah tertuang dalam Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RAN-HAM) 2020-2024. “Pemerintah tidak pernah berhenti untuk menuntaskan masalah HAM masa lalu secara bijak dan bermartabat,” ujar Jokowi dalam pidato Presiden Republik Indonesia dalam rangka Peringatan Hari HAM sedunia 2020, yang disiarkan secara virtual, Kamis (12/10).