close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Presiden Joko Widodo meninggalkan lokasi usai menjenguk Menko Polhukam Wiranto di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta, Jumat (11/10).AntaraFoto
icon caption
Presiden Joko Widodo meninggalkan lokasi usai menjenguk Menko Polhukam Wiranto di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta, Jumat (11/10).AntaraFoto
Nasional
Senin, 14 Oktober 2019 20:19

Persoalan KPK jadi tantangan pemerintahan Jokowi tahap dua

Pasalnya pada 17 Oktober, revisi Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) mulai berlaku.
swipe

Era pemerintahan kedua Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan menghadapi persoalan yang lebih banyak daripada periode sebelumnya. Persoalan terdekat yang dihadapi Presiden Jokowi di periode kedua, diperkirakan terkait dengan penegakan hukum.

"Salah satunya adalah soal KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)," ucap Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz di Jakarta, Senin (14/10).

Persoalan tersebut akan datang lebih cepat, pasalnya pada 17 Oktober, revisi Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) mulai berlaku. Revisi regulasi tersebut membuat KPK harus memiliki dewan pengawas. Sementara lembaga antirasuah dianggap tidak bisa melakukan penindakan, sampai dewan pengawas dibentuk.

"Ini salah satunya yang membuat kami mendesak dikeluarkannya Perppu (Peraturan Pengganti Perundang-undangan). UU ini tidak mempunyai pasal peralihan. Bagaimana dengan proses hukum di antara UU ini berlaku sampai dengan dewan pengawas dibentuk dan ditetapkan? Gak ada masa transisi menjelaskan soal itu. Dampaknya secara hukum adalah KPK vacum of power," jelas dia.

Padahal KPK memiliki peran penting karena mendekati pemilihan kepala daerah (pilkada). Apabila situasi ini terus berlangsung, KPK akan kehilangan momentum penting, yakni mengawasi transisi politik, yakni perhelatan 270 pilkada serentak pada 2020. Padahal jika berkaca pada 2018, lembaga antirasuah berhasil melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap 29 kepala daerah.

Sementara Direktur Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti mendukung rencana mahasiswa kembali turun ke jalan guna menuntut pembatalan berbagai macam regulasi, termasuk UU KPK. Pasalnya pemerintah dan DPR cenderung mengabaikan kritik masyarakat.

“Ribuan akademisi sudah membuat pernyataan supaya Presiden Jokowi tidak mengeluarkan Surat Presiden (Supres) revisi UU KPK, tetapi hanya dianggap angin lalu,” tegas Ray di kantor Formappi, Jakarta Timur, Senin (14/10).

Isu yang dibawa mahasiswa sendiri juga amat jelas dan relevan, salah satunya mengeluarkan Perppu KPK. Oleh sebab itu, ia mendukung jika mahasiswa ingin kembali menyuarakan persoalan itu lagi di jalan. 

Mengawal Jokowi merupakan tanggung jawab moril setiap rakyat. Itulah sebabnya mayoritas yang bergerak turun ke jalan dan menyuarakan isu-isu tersebut, merupakan pendukung Jokowi di Pilpres 2019.

“Ini kewajiban. Maksudnya bagaimana rakyat mengembalikan presiden pilihannya ke jalur yang benar sesuai komitmen atau janji di awal tentang antikorupsi,” pungkas Ray.

img
Ardiansyah Fadli
Reporter
img
Akbar Persada
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan