close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
icon caption
Nasional
Senin, 13 November 2017 11:08

Waspada ancaman perubahan iklim negara kepulauan

Negara kepulauan menghadapi masalah: kenaikan permukaan air laut, abrasi yang sangat parah, hingga terumbu karang yang mati
swipe

Deputi Bidang Kedaulatan Maritim Kemenko Bidang Kemaritiman Arif Havas Oegroseno menilai peningkatan kapasitas dan mitigasi bencana akibat perubahan iklim bagi negara pulau dan kepulauan mendesak dilakukan mengingat ancaman yang ada.

Oleh karena itu, ia menegaskan pentingnya forum negara kepulauan dan negara pulau yang digelar dalam Conference of Parties (COP) negara-negara anggota Konvensi Kerangka Kerja Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNFCCC) di Bonn, Jerman.

Melalui siaran pers di Jakarta, Senin, Indonesia dalam pertemuan tersebut menggelar forum negara kepulauan dan negara pulau di Paviliun Indonesia di Bonn, Jerman, di mana forum tersebut diharapkan menjadi katalisator pembentukan kerja sama negera-negara kepulauan dan negara pulau dalam mengatasi dampak perubahan iklim.

"Pemerintah ingin forum ini dapat menjadi suatu 'platform' kerja sama, saling tukar pengalaman dan informasi serta memberikan pelatihan adaptasi dan mitigasi dampak perubahan cuaca di berbagai negara pulau," katanya.

Forum yang merupakan kegiatan disela-sela COP ke-23 itu digagas oleh pemerintah Indonesia bersama dengan United Nations Development Program (UNDP) dengan menghadirkan empat pembicara dari Indonesia, Fiji, Maladewa, dan UNDP. Sekitar 50 perwakilan dari negara-negara pulau dari seluruh dunia datang dalam acara tersebut.

Lebih jauh, Havas menuturkan urgensi penyelenggaraan forum itu dilandasi oleh suatu kenyataan bahwa negara-negara pulau memiliki tantangan dan ancaman yang sama, tanpa mengenal ukuran, jumlah pulau, panjang pantai, dan tingkat kemajuan ekonomi serta teknologi.

"Mereka menghadapi masalah yang sama yaitu kenaikan permukaan air laut, abrasi yang sangat parah, terumbu karang yang mati, dan penduduk pesisir yang harus direlokasi," katanya.

Pernyataan Havas, sesuai dengan laporan panel antar pemerintah untuk perubahan iklim yang dikutip dari situs indonesiaunfccc.com.

Pada laporan pemeriksaan (AR-5) yang diluncurkan pada tahun 2017 itu disebutkan bahwa negara-negara berkembang khususnya negara kepulauan dan negara-negara pulau kecil sedang menghadapi ancaman nyata yang merupakan efek dari perubahan iklim. Dampak itu berupa banjir, naiknya permukaan air laut, dan naiknya kadar keasaman laut.

Berbagai langkah telah dilakukan untuk menyesuaikan diri dan meningkatkan ketahanan terhadap dampak perubahan iklim. Beberapa negara melakukan adaptasi dengan membuat tanggul pantai yang terbuat dari semen dengan bantuan lembaga-lembaga internasional atau negara-negara asing.

Selain itu, ada beberapa negara yang melakukan reklamasi di pinggir pantai untuk menyelamatkan kehidupan di pesisir yang terancam kehilangan tempat tinggal dan mata pencaharian akibat naiknya permukaan laut.

"Indonesia sendiri telah kehilangan sekitar 29 ribu hektar akibat kenaikan permukaan air laut di kawasan utara Jawa dan kawasan lainnya," katanya.

Pemerintah Indonesia melalui Kemenko Bidang Kemaritiman bertekad untuk serius menangani permasalahan ini. Pasca penyelenggaraan COP 23, Kemenko Bidang Kemaritiman akan kembali melakukan kampanye dalam masalah kelautan dengan menyelenggarakan Konferensi Negara Kepulauan dan Negara Pulau pada tanggal 21-22 November mendatang.

Dalam konferensi ini, pemerintah Indonesia akan menggandeng UNDP yang memiliki kekhawatiran yang sama terhadap ancaman nyata perubahan iklim.

"Terutama pantai yang terabrasi sehingga menyebabkan penduduk yang bermukim di sana terpaksa direlokasi," pungkas Havas.
 

img
Mona Tobing
Reporter
img
Mona Tobing
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan