Putri Presiden Indonesia keempat Abdurrahman Wahid, Yenny Wahid berharap masyarakat semakin mengedepankan rasa persatuan dan kesatuan. Pesan itu disampaikan menjelang perayaan Imlek, pada 25 Januari 2020.
Ekspresi kebudayaan antaranak bangsa, jelas Yenny, perlu dihormati dan tidak saling menghujat. "Ekspresi-ekspresi kebudayaan kita saling hormati, lalu kemudian tidak saling menghujat, tidak saling menjelekkan," kata dia di Kementerian Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Jakarta Pusat, Kamis (23/1).
Hal terpenting, sambung Yenny, semua pihak merasa memiliki Indonesia sebagai rumah besar dan harus dijaga bersama-sama mengingat tingginya ragam perbedaan di dalamnya. Perbedaan itu, kata dia, menjadi kekayaan untuk bangsa Indonesia.
"Semua perlu untuk memiliki rasa memiliki (Indonesia), untuk memastikan bahwa rumah ini bisa tetap utuh berdiri," ucap dia.
Perayaan Tahun Baru Imlek memang sangat dinantikan warga keturunan Tionghoa. Dalam sejarahnya, perayaan Imlek sempat dilarang di era Orde Baru. Hal itu berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat Cina.
Dalam beleid tersebut disebutkan bahwa perayaan-perayaan pesta agama dan adat istiadat Cina dilakukan secara tidak menyolok di depan umum, melainkan dalam lingkungan keluarga.
Baru pada 17 Januari 2000, Gus Dur mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2000 tentang Pencabutan Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat Cina.
Melalui keputusan itu, penyelenggaraan kegiatan keagamaan, kepercayaan, dan adat istiadat Cina di Indonesia bisa dilaksanakan tanpa memerlukan izin khusus sebagaimana yang berlangsung selama Orde Baru.