close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Kolase foto kondisi warga di perkampungan kumuh Rawa Bunga. Alinea.id/Kudus Purnomo Wahidin
icon caption
Kolase foto kondisi warga di perkampungan kumuh Rawa Bunga. Alinea.id/Kudus Purnomo Wahidin
Nasional
Selasa, 08 September 2020 17:12

Petaka tinja di kampung kumuh Rawa Bunga

Warga di kampung kumuh Rawa Bunga berharap nasib mereka diperhatikan Gubernur Anies.
swipe

Bau busuk menguar dari celah-celah saluran air tepat di depan petak-petak rumah di RT 007/02 Kelurahan Rawa Bunga, Jatinegara, Jakarta Timur, Senin (31/8) siang itu. Disorot berkas-berkas sinar matahari, air got yang pekat tampak mengkilat. Sampah dan tinja terlihat menumpuk di beberapa tempat. 

Sejak dulu, tak ada tangki septik (septic tank) di RT itu. Kamar mandi pun hanya ada beberapa buah. Itu pun dibangun berderet di atas saluran air di salah satu lorong yang menghubungkan rumah-rumah warga. Selain sampah yang dibuang dari rumah warga, semua kotoran dari kamar mandi berkumpul di saluran air. 

"Jadi, kotoran ini enggak ditampung di septic tank karena memang pertama enggak ada lahan. Terus enggak ada biaya juga. Karena rata-rata pendapatan warga di sini di bawah standar," ucap pengurus RT 07/02 Rawa Bunga, Ridwan Arif, saat menemani Alinea.id berkeliling di permukiman kumuh tersebut. 

Ada 20 petak rumah super mungil di RT tersebut. Saking kecilnya rumah-rumah itu, sebagian warga memanfaatkan lorong di depan rumah sebagai tempat menyimpan kompor dan ember. Sejumlah warga juga menjemur pakaian pada tali-tali yang teruntai di dinding lorong. 

Arif mengatakan, setiap rumah rata-rata diisi tiga hingga lima kepala keluarga. Para pemilik rumah rata-rata masih berkerabat dan telah tinggal di permukiman itu selama puluhan tahun. "Jadi, ini memang tanah keluarga," kata pria berusia 36 tahun itu. 

Kondisi memprihatinkan itu tak hanya disesali. Berulang kali, Arif mengajukan permohonan ke Pemprov DKI Jakarta agar permukiman warga ditata. Namun, usulan-usulan tersebut selalu dimentahkan Dinas SDA DKI Jakarta. 

"Dibilang ini (RT 07/02) enggak bisa ditata soalnya WC-nya di atas saluran air. Kalau dibangun, katanya, menyalahi aturan. Bisa melanggar aturan tata air, sedangkan untuk membuat septic tank komunal, lahannya enggak ada," kata dia. 

Berbeda dengan Kampung Akuarium di Penjaringan, Jakarta Utara, yang lahannya jadi sumber konflik, Arif mengatakan, status lahan di RT dia itu tidak bermasalah. Warga bahkan siap jika Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berniat membangun rumah deret di permukiman itu. 

Namun demikian, ia mengaku tak berharap banyak. Ia menduga Pemprov DKI tak bakal melirik Rawa Bunga lantaran mayoritas warga bukan pendukung Anies pada Pilkada 2017. "Yang menang Ahok pas (Pilkada) 2017 di sini," ucap dia. 

Tanah milik warga di permukiman yang mayoritas warganya berprofesi sebagai penjual batu akik itu sebenarnya belum bersertifikat. Dalam dokumen pajak bumi dan bangunan (PBB), tertera ada 200 meter lahan di RT itu yang dimiliki Abah Unan.

Abah Unan ialah orang pertama yang tinggal di permukiman yang lokasinya tepat berada di belakang Pasar Rawa Bening itu. Anah, menantu Abah Unan yang kini genap berusia 76 tahun, menuturkan awalnya hanya ada tujuh keluarga yang tinggal di atas lahan milik Abah Unan.

Jumlah penghuni kampung itu, kata Anah, mendadak membengkak pada dekade 1980-an. "Saat itu sudah mulai banyak keluarga di sini (RT 07/02) karena pada beranak-pinak dan tinggalnya di sini juga," ujar perempuan yang sudah tinggal di kawasan itu sejak 1959. 

Anah juga demikian. Dari perkawinannya dengan putra Abah Unan, ia telah memiliki sembilan orang anak. Sebagian putra-putri Anah telah menikah dan tinggal bersama dia di rumah kecilnya. 

"Rumah saya kecil, tapi tingkat. Diisi 5 KK (kepala keluarga), total ada 12 orang yang ada di rumah," ujar Anah sambil memperlihatkan isi rumahnya yang sumpek dengan perabotan. 

Warga berjalan di antara jemuran yang tergantung di lorong permukiman RT 07/02, Rawa Bunga, Jati Negara, Jakarta, Senin (31/8). Alinea.id/Kudus Purnomo Wahidin

Tak pernah disentuh Pemprov DKI 

Ketua RW 02 Rawa Bunga Andrianto mengatakan permukiman kumuh di RT 07/RW 02 sangat jarang mendapat sentuhan Pemprov DKI Jakarta sejak dulu. Padahal, kondisi permukiman warga di sana sangat memprihatikan. 

"Bayangin aja. Orang mandi aja sampai gabung cewek-cowok. Untuk MCK (mandi, cuci dan kakus) aja jauh dari kata layak," ujar dia kepada Alinea.id.

Persoalan sanitasi buruk di RT 07/02, kata Andrianto, sebenarnya bisa diakali dengan membuat tanki septik yang salurannya menyambung ke tangki septik milik bangunan terdekat di Pasar Rawa Bening.

"Kalau mau, sebenarnya bisa saja. Ini kan masalahnya baik warga maupun dinas terkait enggak mau bicara serius soal ini. Hanya alasan terus yang keluarin. Tapi, enggak pernah ada jalan keluar," ucap Andrianto.

Anggota DPRD DKI Jakarta Justin Adrian mengatakan telah melaporkan kondisi permukiman kumuh di Rawa Bunga kepada Dinas Perumahan DKI. Ia berharap penataan perkampungan kumuh itu turut masuk pembahasan APBD terbaru. 

"Banyak masalahnya (Rawa Bunga), mulai dari sumber air bersih, sanitasi, densitas pemukiman dan minimnya sarana-prasarana. Kalau ada yang meninggal, jenazahnya dimandikan di atas got. Tidak manusiawi. Ada di tengah kota, tapi, kehidupannya bagai di hutan," tutur Justin.

Soal keterbatasan lahan, Justin mengatakan, itu bisa diatasi dengan pembebasan beberapa petak rumah di permukiman. "Mereka cukup terbuka untuk kemungkinan ini. Asalkan Pemprov DKI Jakarta serius," ujar politikus Partai Solidaritas Indonesia itu. 

Pemprov DKI Jakarta, kata Justin, seharusnya memprioritaskan permukiman-permukiman kumuh seperti di Rawa Bunga. Apalagi, penataan permukiman juga tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) DKI. 

"Di situ kan lima prioritas utamanya, banjir, macet, air bersih, ledakan penduduk dan sampah. Tapi, sepertinya Pak Gubernur sibuknya jalur sepeda, cat genteng warga, dan Formula E. Kalau saja gubernur sering turun, saya kira dia tidak akan terpikir untuk menggelar Formula E," ujar dia. 

Warga berdiri di depan deretan kamar mandi di RT 07/02 Rawa Bunga, Jatinegara, Jakarta, Senin (31/8). Alinea.id/Kudus Purnomo Wahidin

Penataan permukiman harus sesuai aturan

Pengamat tata kota dari Universitas Trisakti Nirwono Joga mengatakan, penataan permukiman kumuh harus mengacu pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman dan disesuaikan dengan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi (RDTR-PZ). 

"Diperuntukan sebagai kawasan apa permukiman itu? Apakah sebagai hunian, pemerintahan, komersial, atau RTH (ruang terbuka hijau). Lalu, cek legalisasi. Itu dibuktikan lewat sertifikat kepemilikan lahan yang sah. Jika tidak ada bukti, maka status lahan milik negara," kata dia. 

Jika ternyata statusnya lahannya bermasalah dan milik negara, Nirwono mengatakan, warga mesti direlokasi ke rusun terdekat setelah lewat sosialisasi terlebih dulu. Permukiman kumuh kemudian ditata sesuai dengan RDTR-PZ. 

"Relokasi dilakukan secara bertahap ke rusun terdekat diikuti dengan pemberian KJS (Kartu Jakarta Sehat), KJP (Kartu Jakarta Pintar), kartu pangan, penyediaan lapangan kerja (baru), dan bebas bayar sewa selam 6-12 bulan ke depan," kata dia. 

Namun, jika status lahannya clear and clean, Nirwono mengatakan, Pemprov DKI wajib menata permukiman kumuh itu. Ada dua cara yang bisa dipilih, yakni lewat bedah rumah layak huni atau peremajaan kawasan.  "Benahi rumah, jalan dan saluran air, membangun ipal komunal, jaringan air bersih, listrik dan gas," tutur dia. 

Saat dikonfirmasi, pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (PRKP) DKI Jakarta Sarjoko mengaku telah mendengar kabar terkait kondisi permukiman kumuh di Rawa Bunga. 

Namun demikian, Sarjoko mengatakan ia belum bisa mengambil sikap. Ia harus mengecek terlebih dulu apakah permukiman di Rawa Bunga sudah pernah masuk ke dalam perencanaan community action plan (CAP) oleh Suku Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (PRKP) Jakarta Timur.

Community action plan (CAP) merupakan sebuah metode perencanaan yang mendorong pelibatan aktif masyarakat dalam merancang, mengimplementasikan, dan mengatur program lingkungannya sendiri.

"Nanti saya konfirmasi dengan Kasudin PRKP Jakarta Timur terkait kegiatan penataan kampung kumuh di lokasi tersebut. Apakah sudah pernah dilakukan perencanaan community action plan apa belum," ujarnya.

Permukiman kumuh di Rawa Bunga juga harus dipastikan tidak melanggar aturan jika hendak ditata. "Status (lahan) itu yang harus diverifikasi dulu terkait legalitasnya," kata Sarjoko. 

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan