Maraknya kasus kekerasan yang menyasar anak-anak, khususnya kekerasan seksual, mendorong puluhan pondok pesantren (ponpes) di Cirebon, Indramayu, Kuningan, dan Majalengka, Jawa Barat (Jabar), mendeklarasikan Jaringan Pondok Pesantren Ramah Anak (JPPRA) di Ponpes Ketitang, Cirebon, pada Jumat (23/6).
Agenda tersebut turut dihadiri sejumlah perwakilan ponpes dari DKI Jakarta, Lampung, dan Jawa Timur (Jatim). Selain itu, turut melahirkan Piagam Ketitang yang memuat 5 komitmen kalangan pesantren dalam mencegah terjadinya kekerasan seksual.
Pembacaan naskah deklarasi dibimbing Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kementerian Agama (Kemenag), Waryono Abdul Ghofur, serta disaksikan Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi.
"Mudah-mudahan kita semua bisa terus berkomitmen untuk melindungi dan memberikan kesempatan yang baik untuk anak-anak kita. Sebab, nasib bangsa memang milik mereka, milik anak-anak kita, bukan orang-orang seusia kita," ucap Waryono, sebelum mulai membacakan naskah deklarasi.
Sementara itu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), I Gusti Ayu Bintang Darmawati, dalam pidato pengantarnya mengapresiasi pendirian JPPRA. Diharapkan langkah ini dapat menekan terjadinya kasus kekerasan seksual terhadap anak.
Berikut 5 poin komitmen Piagam Ketitang:
1. Kami para pengasuh dan pengurus pondok pesantren mengecam keras segala bentuk kekerasan terhadap anak, terlebih di lingkungan pendidikan mengatasnamakan pesantren.
2. Kami para pengasuh dan pengurus pondok pesantren mendukung pihak aparat penegak hukum untuk memproses dan memberikan hukuman setimpal kepada para pelaku kekerasan terhadap anak tanpa pandang bulu sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Serta mendorong perlindungan dan pemulihan traumatisme korban.
3. Kami para pengasuh dan pengurus pondok pesantren berkomitmen untuk menerapkan sistem pendidikan yang ramah anak dan bebas dari kekerasan fisik maupun nonfisik.
4. Kami para pengasuh dan pengurus pondok pesantren bertekad meningkatkan kedisiplinan dan pengawasan internal guna mencegah potensi kekerasan anak yang terjadi di lingkungan pesantren.
5. Kami para pengasuh dan pengurus pondok pesantren akan terus menguatkan komunikasi dan koordinasi demi mencegah terjadinya kekerasan terhadap anak.