Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Mahkamah Agung (MA) memberi perhatian khusus atas fenomena peninjauan kembali atau PK yang dilayangkan para koruptor. Pasalnya, jika tren tersebut terus berlanjut, KPK khawatir tingkat kepercayaan masyarakat atas lembaga peradilan akan menurun.
"Dengan banyaknya para koruptor mengajukan upaya hukum PK akhir-akhir ini, seharusnya pihak MA dapat membacanya sebagai fenomena yang harus menjadi perhatian khusus," kata Pelaksana tugas Juru Bicara bidang Penindakan KPK Ali Fikri, Rabu (6/1) malam.
Menurut Ali, PK yang diajukan para napi tindak pidana korupsi (tipikor) tersebut sebagian besar dikabulkan MA, dengan mengoreksi putusan sebelumnya baik pertimbangan fakta, penerapan hukum, maupun amar putusan yang berujung pada pemangkasan hukuman koruptor. Akibatnya, lanjut dia, upaya pemberantasan korupsi tidak membuahkan hasil yang maksimal.
"Oleh karena itu jika memang banyak koreksi terhadap putusan perkara tipikor sebelumnya, maka kami memandang bahwa soal pembinaan teknis peradilan bagi para hakim tipikor di tingkat bawahnya sudah seharusnya juga menjadi perhatian serius pihak MA," jelasnya.
Teranyar, terpidana korupsi yang mengajukan PK adalah eks Gubernur Jambi, Zumi Zola. Selain Zumi, mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah turut mengajukan PK atas perkara suap terhadap bekas Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar. Upaya hukum itu dilayangkan karena pihak Atut mengklaim memiliki novum atau bukti baru.
Pada kasusnya, Zumi dinilai terbukti menyuap 53 legislator DPRD Jambi 2014-2019 dengan total Rp16,34 miliar. Duit sogokan diguyur agar wakil rakyat tersebut menyetujui Rancangan Peraturan Daerah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Jambi tahun anggaran 2017.
Sementara untuk gratifikasi, Zumi terbukti menerima uang Rp37.477 miliar, USD173.300, SGD100.000 dan satu unit mobil Toyota Alphard.
Atas perbuatannya, Zumi divonis enam tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan. Selain itu, dia juga mendapatkan hukuman pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik selama lima tahun usai merampungkan pidana pokok.
Sedangkan Atut, terbukti menyuap Akil Rp1 miliar. Duit itu diberikan agar gugatan Amir Hamzah-Kasmi dalam sengketa Pilkada Lebak dikabulkan MK.
Atas perbuatannya, majelis hakim Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta memvonis Atut dengan hukuman empat tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider lima bulan kurungan. Hukuman diperberat menjadi tujuh tahun bui pada tingkat kasasi.