Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera menyebut kemarahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam sebuah video yang viral adalah sia-sia. Apa yang disampaikan Presiden Jokowi kepada menteri-menterinya dalam video tersebut terbukti 'omong doang' alias 'omdo'.
Pernyataan itu dikatakan Mardani, lantaran hingga hampir satu pekan pascavideo tersebut viral, belum ada progres yang tampak dari kinerja Kabinet Indonesia Maju (KIM). Beberapa menteri masih terlihat lambat dalam menangani Covid-19.
"Sekarang sudah lima hari ini (video marah-marah Presiden) dirilis. Ada perubahan? Saya rasa tidak. Kalau saya melihatnya sederhana, perjelas KPI semua menteri. Dari awal pendekatan yang dibuat Menkes tidak scientiest buat saya. Mensos bukannya bekerja sama dengan kepala daerah, malah aktif memberi catatan. Sekarang ini yang bekerja keras itu justru kepala daerah. Harusnya pemerintah menambahkan anggaran mereka," papar Mardani dalam diskusi daring, Jumat (3/7).
Ihwal kemarahan Presiden sendiri, sebenarnya Mardani mengapresiasi. Namun demikian, saat kemarahan itu harus dipertontonkan, anggota Komisi II DPR ini mengaku, hal itu menjadi tidak elok.
Kemarahan Presiden terhadap pembantunya, mesti dilakukan secara internal. Hal yang harus dipertontonkan masyarakat adalah sikap kebijaksanaan Presiden dalam mengakui kekurangan pemerintahan dan membuktikan hal itu dapat diperbaiki.
"Sebenarnya di 18 Juni itu bagus. Presiden yang benar itu yang 18 Juni. Nah Presiden yang pencitraan adalah yang 28 Juni. Marah-marahnya enggak usah ditampilkan kepada publik begitu. Kalau untuk dipertontonkan ke luar, harus bijak. Harus selalu positif. Yang penting pesannya sampai," jelas Mardani.
Seperti diketahui, video Presiden Jokowi yang sedang marah-marah sempat viral di linimasa. Video yang diunggah pada Minggu (28/6) memperlihatkan kemarahan Presiden terhadap menteri-menterinya yang dianggap lamban dalam menangani situasi pandemi Covid-19.
Dalam kemarahannya Presiden mengancam akan melakukan reshuffle dan pembubaran lembaga negara. Opsi tersebut akan dilakukan jika tidak ada progres atau evaluasi.
Namun bukan pujian yang datang, video tersebut malah menuai banyak kritikan. Lantaran video tersebut sebenarnya diambil pada 18 Juni 2020 saat Rapat Kabinet Paripurna. Artinya, baru lepas satu pekan video itu diunggah.
Hal itu yang kemudian menimbulkan anggapan jika kemarahan Presiden Jokowi hanyalah settingan atau pura-pura saja. Banyak orang menyebut sebagai sandiwara politik.