Wakil Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara atau PLN (Persero), Darmawan Prasodjo, mengklaim, fly ash dan bottom ash (FABA) memiliki banyak manfaat. Menurutnya, abu batu bara itu punya unsur pupuk silika yang bermanfaat untuk pertanian (agriculture).
"Karena ini memperkuat akar, memperbesar batang sehingga buahnya juga lebih manis dan lebih besar lagi, makanya bagus untuk tebu," ujarnya dalam webinar yang diselenggarakan Komisi Pemberantasan Korupsi, Senin (22/3).
Darmawan mengklaim, banyak pelaku UMKM yang datang ke PLN karena ingin memanfaatkan FABA. Akan tetapi, terkendala karena saat itu FABA masuk kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).
Dia menyebutkan, potensi peningkatan pendapatan pemanfaatan FABA untuk UMKM sekitar setengah juta rupiah per pekerja. Bila ditotal, peningkatannya bisa mencapai Rp4,1 triliun per tahun dari potensi FABA yang ada saat ini.
"Kemudian juga kalau ada usaha yang sudah berjalan dan mereka bisa mengurangi semennya dan digantikan dengan FABA ini, juga potensi pengurangan biaya bahan baku sekitar 14% dan meningkatkan laba UMKM ini sekitar 13%," ujarnya.
Di sektor konstruksi, Darmawan mengatakan, animo ketertarikan memanfaatkan FABA luar biasa usai pemerintah mendepaknya dari limbah B3. PLN, kata dia, juga sudah dipanggil Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Hal ini disebabkan karena FABA bisa menjadi material campuran untuk membuat batako atau semen yang bisa mengurangi biaya membangun rumah. Di sisi lain, FABA juga bisa dimanfaatkan dalam proyek pembangunan jalan bebas hambatan.
"Artinya apa? Biaya pembangunan rumah menggunakan FABA, terutama untuk rakyat kecil ini bisa juga menjadi program pemerintah, di mana biayanya bisa dikurangi secara drastis, di saat bersama juga memanfaatkan limbah yang dihasilkan PLTU-PLTU baik PLN maupun dari Independen Power Producer," katanya.
Secara umum, kata Darmawan, potensi tambahan ekonomi dari yang tidak ada menjadi ada karena pemanfaatan FABA antara Rp12 triliun-Rp15 triliun. "Tentu saja dengan FABA ini, kami berharap ini bisa dimanfaatkan. Kita terbuka untuk suatu kolaborasi, kita terbuka agar ini bisa dimanfaatkan," ucapnya.
Sebelumnya, pemerintah memutuskan mendepak abu batu bara dari kategori limbah B3. Hal itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, regulasi turunan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Keputusan tersebut mendapat kritik dari Manajer Advokasi dan Kampanye Wahana Lingkungan Hidup (WALHI), Jawa Tengah (Jateng), Fahmi Bastian. Menurut Fahmi, limbah batu bara FABA telah mencemari lingkungan di sekitar pemukiman warga dan membuat udara serta air sumur terkontaminasi.
Imbasnya, 15 anak-anak di Jateng telah mengidap bronkitis atau peradangan yang terjadi pada saluran utama pernapasan. Selain itu, membuat warga berusia 25 tahun meninggal pada 2010 dan seseorang berumur 39 tahun meregang nyawa pada 2019.
"Masyarakat gatal-gatal di sekitar penampungan FABA itu, karena airnya masuk ke sumur-sumur warga yang digunakan untuk mandi dan cuci," ucapnya dalam konferensi pers virtual, Minggu (14/3).