Plus-minus tilang elektronik ETLE
Sejak ketentuan tilang secara manual ditiadakan, salah seorang pengendara sepeda motor Andre F. Setyadi mengaku belum pernah kena tindak. Ia merasa aman karena surat-surat kendaraannya lengkap dan selalu bayar pajak.
"Kalau kena tilang, ya sudah, mungkin saya ada pernah kesalahan di jalan," ujar warga Kota Tangerang, Banten itu kepada reporter Alinea.id, Senin (21/11).
Andre mendukung kebijakan meniadakan tilang manual. Menurutnya, tilang elektronik lebih efektif menindak pelanggar lalu lintas, selain bisa menghindari praktik pungli.
"Bagi masyarakat, tanpa adanya petugas di jalan bukan berarti kita sebagai pengendara itu bebas. Tetap patuh dan tertib karena kamera mengintai kita," katanya.
Sedangkan pengendara sepeda motor lainnya, Idham Farid mengatakan, rute kerjanya dari menuju Cikarang, Bekasi sudah banyak ditemui kamera. "Di sepanjang jalur saya kerja (dari Kalimalang ke Cikarang) ada kamera-kamera di setiap lampu merah,” katanya, Senin (21/11).
Belakangan ini, Idham tak pernah lagi melihat polisi yang melakukan razia di jalan yang kerap ia lewati. Namun, menurut Idham, warga jadi terkesan meremehkan karena tak ada lagi tilang manual.
Sudah siap?
Oktober lalu, Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo menginstruksikan jajaran Korlantas Polri tak menilang pelanggar lalu lintas secara manual. Penindakan bakal dilakukan dengan sistem electronic traffic law enforcement (ETLE) atau tilang elektronik, yang metodenya statis dan mobile.
ETLE adalah program Korlantas Polri yang mengimplementasikan teknologi untuk mencatat berbagai pelanggaran lalu lintas secara elektronik. Pengaturan program ETLE tertuang dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).
Instruksi Kapolri tersebut tertuang dalam Surat Telegram Kapolri Nomor ST/2264/X/HUM.3.4.5./2022 tanggal 18 Oktober 2022. Polda Metro Jaya pun resmi menghentikan tilang manual terhadap pengendara yang melanggar lalu lintas pada 25 Oktober 2022.
Seiring dengan instruksi Kapolri itu, Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya AKBP Jhoni Eka Putra mengakui, jumlah pelanggar lalu lintas meningkat. Bahkan, ada yang nekat melakukan pelanggaran berkendara di depan petugas.
“Pada saat sekarang tidak ada tilang manual, tetap diharapkan masyarakat bisa memahami, menyadari, supaya tertib lalu lintas,” katanya saat dihubungi, Jumat (18/11).
Karenanya, menurut Jhoni, petugas di lapangan rutin memberi edukasi kepada warga. Polisi mengingatkan, pelanggar tidak mengulangi kesalahannya.
“Kita berharap masyarakat juga memperhatikan risiko kecelakaan. Risiko terjadinya pelanggaran ini kan dapat menyebabkan kecelakaan,” ucapnya.
Jhoni mengatakan, saat ini sudah ada 57 titik kamera statis untuk mendukung sistem ETLE di ruas jalan Jakarta. Sebelumnya, kata Jhoni, ada informasi penambahan 70 titik kamera statis pada 2023. Akan tetapi, ia belum bisa memastikannya.
“Itu masih belum (ada) pembahasan,” ucapnya.
Di samping itu, sebanyak 10 kendaraan pun bakal disiapkan untuk ETLE mobile. “Masih tahap pembuatan (dan) perakitan alat. Kemudian juga back office dan perangkat lainnya,” ucapnya.
Jika tidak ada halangan, persiapan akan rampung akhir November 2022. Harapannya, 10 kendaraan ETLE mobile beroperasi awal Desember 2022. Nantinya, lima kendaraan akan diserahkan ke beberapa polres di wilayah Jakarta. Lima lainnya digunakan satuan patroli dan pengawalan Polda Metro Jaya.
Menurutnya, sistem ETLE sangat efektif memantau situasi lalu lintas karena bisa beroperasi selama 24 jam. Namun, kamera statis di ruas jalan Jakarta jumlahnya terbatas. Akibatnya, polisi tidak bisa memantau semua wilayah.
“Artinya masih butuh penambahan banyak alat lagi,” katanya.
Sistem tilang elektronik berguna pula mendeteksi pelat nomor kendaraan yang diduga palsu. Biasanya, dugaan pelat nomor kendaraan yang dipalsukan baru ketahuan saat surat konfirmasi ETLE diberikan kepada pemilik kendaraan.
“Nah, itulah tujuannya surat konfirmasi. ‘Apakah bapak atau ibu melanggar lalu lintas pada hari ini, tanggal ini, jam ini?’ Nanti dikonfirmasi dengan membawa kendaraannya ke posko ETLE, dicocokkan identitasnya,” tuturnya.
Jika kendaraan yang tertangkap kamera ETLE berbeda dengan kendaraan pemilik pelat nomor yang sesungguhnya, maka proses penilangan akan dihentikan. “Kalau pemalsuan kan kita tindak. Apalagi yang berkaitan dengan mobil penggelapan atau mobil curian, itu tetap kita tindak sesuai hukum yang berlaku,” ujarnya.
Sementara itu, Dirlantas Polda Jawa Tengah Kombes Agus Suryo Nugroho menerangkan, di wilayahnya penindakan pelanggar lalu lintas berbasis ETLE sudah optimal sejak Januari 2022.
“ETLE statis berada di perempatan dan pertigaan (jalan), yang meng-capture pelanggar lalu lintas. Termasuk juga ETLE mobile di Jateng sudah siap semuanya di 35 polres jajaran,” ujarnya, Selasa (22/11).
Bahkan, Polda Jawa Tengah sedang mengembangkan ETLE drone. Uji cobanya sudah masuk bulan kedua.
"(ETLE) drone ini sebenarnya kan penyempurnaan ketika pengendara di tempat tertentu atau di kemacetan, itu kita bisa mengambil capture menggunakan alat drone yang sudah terkoneksi dan terintegrasi dengan ETLE nasional, termasuk back office-nya," ujarnya.
Ia menjelaskan, mekanisme ETLE dari pesawat nirawak mirip dengan ETLE statis maupun mobile. Bedanya, alat itu bisa bergerak dan memantau pelanggar lalu lintas lebih dekat.
Menurut Agus, penerapan tilang elektronik di wilayah hukum Polda Jawa Tengah tak mengalami kendala. Sistem ini pun diterima masyarakat. Sebab, tak ada persentuhan antara pelanggar lalu lintas dengan petugas. Selain itu, proses tilang juga lebih cepat. Sejak diberlakukan, kata Agus, Polda Jawa Tengah melihat kepatuhan masyarakat dalam berlalu lintas cukup tinggi.
"Bahkan kita dapat apresiasi dari masyarakat, termasuk Gubernur Jateng (Ganjar Pranowo)," ucapnya.
Keunggulan dan kelemahan
Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi) Edi Hasibuan menilai, menindak pelanggar lalu lintas secara manual memang menuai sorotan sejak dahulu. Salah satunya, dicurigai ada penyimpangan antara pelanggar dengan petugas.
“Tilang elektronik merupakan penegakan hukum yang transparan dan penindakan hukum yang tidak diskriminatif. Artinya, siapa saja bisa kena tilang elektronik ini,” kata dia, Jumat (18/11).
Edi menambahkan, pihaknya pernah melakukan penelitian atas kebijakan tilang elektronik pada 1-12 November 2022. Hasilnya, 82,5% masyarakat mendukung kebijakan itu. Menurut dia, apabila ETLE dipertahankan, maka bisa meningkatkan kepercayaan publik terhadap Polri.
Sedangkan menurut komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti, penindakan pelanggar lalu lintas dengan ETLE lebih akurat. “Diharapkan mengurangi interaksi antara pelanggar lalu lintas dan polisi, sehingga tidak bisa lagi transaksional,” ucap Poengky, Sabtu (19/11).
Poengky mengatakan, tilang elektronik sudah lama digunakan di luar negeri, terutama negara maju. Selain efektif membuat masyarakat patuh pada aturan lalu lintas, teknologi ini juga bisa menurunkan risiko kecelakaan.
Penggunaan ETLE, kata Poengky, juga merupakan bagian dari upaya Kapolri Sigit melaksanakan reformasi kultural di institusi Polri. “Polisi lalu lintas diharapkan lebih banyak mengatur lalu lintas, melakukan patroli, dan melayani atau mengedukasi masyarakat agar tidak melanggar,” ujarnya.
“Sehingga tugas preventif dan preemtif juga dijalankan dengan baik.”
Poengky berharap, ke depan jajaran polantas akan lebih humanis dan bersih dari dugaan pungli. “Kami yakin dengan penerapan ETLE yang baik akan bermanfaat bagi masyarakat,” ucapnya.
Meski begitu, Edi mengatakan, sistem tilang elektronik bukan tanpa kelemahan. Kendalanya, tak semua kepolisian daerah memiliki perangkat menjalankan sistem tersebut. ETLE, katanya, hanya efektif di kota-kota besar provinsi.
“Tentunya yang kita harapkan tahun 2023 itu bisa dipenuhi semua. Maksudnya, biar semua daerah-daerah juga akan memiliki ETLE,” katanya.
Biaya yang dibutuhkan untuk peralatan sistem ETLE juga tidak sedikit. “Yang paling bisa dilakukan oleh Polri saat ini adalah melengkapi setiap anggota polantas yang tugas di lapangan dengan body cam,” ucap dia.
“Body cam itu merupakan kamera yang melekat pada baju dinas anggota.”
Edi menjelaskan, peralatan body cam tak terlalu mahal, tetapi efektif membantu polantas yang bertugas di lapangan. Sebab, jika pengendara melihat ada kamera yang melekat di baju dinas petugas, diharapkan bisa membuatnya tidak ugal-ugalan di jalan.
“Biar kamera yang akan memberikan (bukti) gambar,” tuturnya.
“Kondisi saat ini kan (petugas) tidak bisa berbuat banyak. Hanya bisa melakukan pembinaan, penyuluhan. Tapi apakah masyarakat cukup, misalnya diberikan nasihat? Ini juga yang menjadi polemik.”
Pengamat transportasi Djoko Setijowarno menambahkan, kelemahan laiinnya adalah sistem ETLE tidak mampu mendeteksi apakah pengendara membawa SIM atau tidak. ETLE juga bakal kesulitan mengidentifikasi kendaraan yang melanggar lalu lintas, tetapi tak menggunalan pelat nomor kendaraan. Belum lagi, kebijakan tersebut dinilai sulit diterapkan di daerah yang sinyalnya susah.
Oleh karena itu, Djoko menilai, penindakan terhadap pelanggar lalu lintas secara manual tetap diadakan. Namun, hanya berlaku untuk daerah yang masih tidak memungkinkan menerapkan ETLE atau wilayah yang tidak terpantau kamera.
“Elektronik itu alat bantu, bukan segala. Keliru kalau mengatakan ETLE segalanya,” katanya, Jumat (18/11).
“Jadi, ETLE tetap jalan dan tetap dibuat, tetapi jangan lupa, yang manual juga harus dipertahankan karena ada hal-hal yang tidak bisa (dilakukan) dengan elektronik.”
Lebih lanjut, Djoko mengatakan, kelemahan lain dari ETLE adalah tidak bisa mengidentifikasi pengendara. Misalnya, jika A meminjamkan kendaraan miliknya kepada B dan B tertangkap kamera melakukan pelanggaran lalu lintas, maka surat tilang akan tetap dikirim ke rumah A sebagai pemilik.
Karenanya, ia menyarankan pemilik kendaraan tidak sembarangan meminjamkan kendaraannya. Di sisi lain, bagi mereka yang membeli kendaraan bekas, diharapkan segera balik nama surat-surat kendaraannya.
“Kasihan yang punya kendaraan (sebelumnya). Segera balik nama (surat kendaraan) dan balik nama itu digratiskan saja,” katanya.