Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai terdapat sejumlah poin yang luput dalam pertimbangan majelis hakim Pengdilan Tipikor dalam vonis bebas mantan Direktur Utama PT PLN (Persero) Sofyan Basir, dalam kasus suap terkait proyek PLTU Riau-1.
Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah mencontohkan, salah satu poin yang dicermati yakni terkait pengetahuan Sofyan ihwal adanya penerimaan uang suap sebesar Rp4,7 miliar yang diterima oleh Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Saragih dari seorang pengusana Johannes Budisutrisno Kotjo.
Selain pengetahuan suap, Febri mengatakan terdapat juga fakta lain misalnya dugaan perbuatan Sofyan Basir dalam membantu proses percepatan kesepakatan proyek Independent Power Producer (IPP) PLTU Riau-1.
"Kalau kita lihat ke belakang dari OTT (operasi tangkap tangan) Juli 2018, sebenarnya yang diinginkan oleh suap dari Kotjo pada Eni adalah agar untuk mengurus percepatan penandatanganan proyek PLTU Riau-1 itu. Dan peran terdakwa SB (Sofyan Basir) adalah kami duga membantu," kata Febri, saat ditemui di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (5/11).
Febri juga menganggap salah satu poin krusial yang luput dalam pertimbangan hakim yakni keterangan mantan Direktur Utama PT PLN (Persero) terkait pengetahuan kepentingan Eni Saragih untuk mencari dana yang akan diperuntukan salah satu kegiatan Partai Golkar.
Keterangan tersebut pernah tertuang dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Sofyan. Namun, Sofyan Basir meralatnya lantaran dia berdalih pernyataan tersebut merupakan versi penyidik.
"Nah, ini juga belum dipertimbangkan sehingga nanti ini akan kami uraikan lebih lanjut. Ada keterangan juga dari Eni saya kira di proses persidangan yang menunjukkan bahwa terdakwa sebenarnya mengetahui hal tersebut," ujarnya.
Meskipun keterangan tersebut sudah dicabut, kata Febri, Sofyan Basir juga sudah mengaku tidak ada tekanan dalam memberikan keterangan oleh penyidik KPK. Karena itu, dia menganggap alasan Sofyan tidak relevan dalam mencabut keterangan dalam BAP tersebut.
"Dan dalam banyak putusan yang ada, pencabutan BAP tidak serta merta diterima, hakim akan cenderung melihat bagaimana pembuktian yang lebih substansial atau fakta-fakta yang lebih materiil sifatnya. Tapi poin ini akan kami jelaskan lebih lanjut pada rumusan memberi kasasi ke MA (Mahkamah Agung)," terang Febri.
Kendati demikian, Febri berharap, MA dapat mempertimbangkan poin krusial tersebut dengan komprehensif dan substansial. Tujuannya, agar dapat menemukan kebenaran materiil dalam perkara itu.
"Jadi itu poin yang sudah kami identifikasi hari ini. Meskipun sekali lagi, KPK belum menerima salinan resmi putusan tersebut dari pengadilan sehingga tentu nanti pernyataan secara formiil kasasi ke MA perlu kami tunggu dulu sebelumnya putusan itu," pungkas Febri.
Dikabarkan sebelumnya, mantan Direktur Utama PT PLN (Persero), Sofyan Basir telah divonis bebas oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Menurut hakim, Sofyan tidak terbukti bersalah dalam kasus proyek PLTU Riau-1.
Dalam pertimbangannya, hakim menganggao Sofyan tidak terlibat dalam kasus suap yang berkaitan dengan proses kesepakatan proyek Independent Power Producer Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (IPP PLTU MT) Riau-1, antara PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PJBI) dan Blackgold Natural Resources (BNR) Ltd, dan China Huadian Engineering Company Limited (CHEC) Ltd.