Polda Jawa Tengah (Jateng) membongkar pabrik pencetakan uang palsu (upal) di Kabupaten Sukoharjo, yang memiliki jaringan peredaran di sejumlah provinsi. Uang palsu yang ditemukan sangat mirip dengan aslinya.
Kapolda Jateng, Irjen Ahmad Luthfi, mengatakan, pihaknya menangkap 5 tersangka dengan barang bukti uang palsu senilai Rp1,26 miliar. Kasus terungkap dengan menggunakan metode scientific dikombinasikan dengan hasil pengembangan di lapangan.
"Ini jadi hal yang luar biasa karena di saat isu global terkait dengan inflasi, baik secara internasional dan nasional, upal jadi menarik yang dimanfaatkan oknum tertentu sehingga berdampak membanjiri wilayah kita yang berakibat inflasi itu sendiri," katanya, Selasa (1/11).
"Uang palsu yang diproduksi pelaku hampir mendekati aslinya, ada seratnya, dan lainnya. Bahkan, diinformasikan jika upal tersebut juga lolos sinar ultraviolet. Saya minta masyarakat tetap waspada peredaran uang palsu dengan metode 3D, diraba, diterawang, dan dilihat," imbuhnya.
Kelima tersangka yang diamankan adalah SU asal Semarang, R (Klaten), S (Banyumas), IS (Jakarta), dan pemilik percetakan, IM (Karanganyar). Kelimanya memiliki peran berbeda, mulai dari desainer, sablon, operator cetak, hingga pemasaran yang mengedarkan.
Saat ini, ada pula sejumlah tersangka yang masih buron dan masuk daftar pencarian orang (DPO). Luthfi memastikan mereka segera tersangka.
Pengusutan kasus ini bermula ketika petugas menemukan 26 lembar upal pada 7 Oktober lalu. Kemudian, menyita upal senilai Rp40 juta dari tersangka saat pengembangan kasus pada 12 Oktober.
Selanjutnya, pada 17 Oktober, diungkap kembali Rp385 juta upal di wilayah Brayat, Klaten. Lalu, 28 Oktober, dilakukan penangkapan di Bandung.
Selain itu, para juga menangkap 3 pelaku di Mesuji, Lampung, yang sempat buron. Pun mengungkap kasus upal senilai Rp31,9 juta di Surakarta.
"Dari beberapa pelaku tersebut mengerucut kepada TKP pencetakan uang palsu di Sukoharjo," ujarnya.
Modus yang digunakan dengan menggunakan perantara pemasaran dan kurir yang bertugas mencari pembeli. Para pelaku menjual Rp1 juta upal senilai Rp300.000. "Termasuk membelanjakan uang itu untuk sehari-hari," terangnya.
Sementara itu, peredaran upal di Jateng telah mencakup beberapa daerah. Misalnya, Solo, Klaten, Sukoharjo, dan Temanggung.
Atas perbuatannya, para pelaku disangkakan melaranggar Pasal 27 ayat (1), Pasal 26 ayat (1), Pasal 37 ayat (1), dan/atau Pasal 36 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Mereka terancam pidana penjara maksimal seumur hidup dan denda paling banyak Rp100 miliar.