Bareskrim Polri membongkar praktik produksi oli palsu yang berada di sembilan gudang dalam wilayah Gresik dan Sidoarjo, Jawa Timur. Praktik ini telah berjalan selama tiga tahun, persisnya mulai dari tahun 2020.
Dirtipidter Bareskrim Polri Brigjen Hersadwi Rusdiyono mengatakan, sebanyak lima orang ditetapkan sebagai tersangka atas kasus tersebut. Mereka adalah AH, AK, FN, AL, dan AW.
"AH ini pemilik usaha, kemudian AK dan FN pemilik usaha, AL alias TOM ini bagian operasional, dan kelima adalah AW ini juga bagian operasional," katanya di Mabes Polri, Kamis (8/6).
Menurut Hersadwi, dalam penggerebekan itu polisi menyita 19 mesin berbagai jenis untuk proses produksi, 27 alat cetak berbagai jenis untuk proses pembuatan kemasan, 150 sticker untuk label kemasan, 2.500 kardus bertulisan kemasan oli ternama, dua mobil untuk mengangkut hasil produksi.
Polisi juga mengamankan 50 drum oli belum dicampur pewarna, enam drum sisa oli, 47 penyimpanan oli, 10 karung biji plastik, dua karung polimaster, 35.730 botol oli mesin motor berbagai merek siap edar, 1.203 botol oli mesin mobil berbagai merek siap edar, 397.389 botol oli motor berbagai merek dalam kondisi kosong, dan 284.350 botol oli mobil berbagai merek dalam bentuk kosong.
"Barang bukti yang kami sita ada 35.730 botol oli mesin motor berbagai jenis dan berlabel merek terkenal dikemas dalam kardus kemasaan 0,8 dan 1 liter yang siap edar. Kemudian barang bukti 1.203 pispot oli mesin mobil berbagai jenis dikemas dalam kardus kemasaan 3,5 dan 4 liter ini siap edar," ucapnya.
Ia menyampaikan, mereka menggunakan sejumlah bahan kimia untuk membuatnya. Mesin blending (peleburan), cairan oli, pewarna kimia, zat kimia pelarut atau etilen glicol dipakai namun tanpa uji lab.
Mereka bahkan juga menggunakan mesin kemas, cetak, dan printing label tutup botol kardus. Tentunya, supaya memiliki segel yang sama dengan merek dagang terkenal, seperti Honda, Yamaha, Pertamina, dan lain-lain.
“Total nilainya itu kalau per bulan ini kan ada tiga gudang yang dijadikan pabrik, per gudang itu Rp 6,5 miliar. Jadi dikali tiga kurang lebih sekitar Rp 20 miliar per bulan,” tuturnya.
Dalam perkara ini, tersangka dijerat dengan Pasal 100 ayat 1 dan atau ayat 2 UU nomor 20 tahun 2016 tentang merek dan indikasi geografis yang ancaman hukumannya 5 tahun atau denda paling banyak Rp2 miliar.
Kemudian, Pasal 120 ayat 1 Jo Pasal 53 ayat 1 huruf b UU No 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian dengan ancaman hukuman paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp3 miliar. Pasal 2 ayat 1 Jo pasal 8 ayat 1 huruf a dan d UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman hukuman penjara paling lama 5 tahun dan pidana denda paling banyak Rp2 miliar.