Kepolisian resmi mengeluarkan surat perintah penyelidikan baru untuk kasus penggelapan dana di Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya. Hal ini sesuai keputusan dari Kemenko Polhukam, Kabareskrim, dan Jampidum pada Kejaksaan Agung.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri, Brigjen Whisnu Hermawan mengatakan, penyelidikan kasus ini memiliki waktu, tempat kejadian, dan modus yang berbeda dari sebelumnya.
“Pada hari ini kami sudah mengeluarkan surat perintah penyelidikan terkait dengan adanya dugaan tindak pidana di Indosurya dengan tersangka Henry Surya dan kawan-kawan (Junie Indira dan Suwito Ayub),” kata Whisnu saat dihubungi, Rabu (1/2).
Whisnu menyebut, pendalaman dilakukan untuk upaya pengembalian kepada masyarakat yang uangnya sempat digondol oleh Indosurya. Sambil melakukan pendalaman, penyidik juga akan melengkapi berkas yang untuk mendorong perkara ini supaya masuk ke ranah penyidikan.
“Hari ini kami lagi lakukan penyelidikan dan dalam waktu dekat akan kita lengkapi untuk masuk ke penyidikan,” ujarnya.
Kemarin, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD, angkat bicara terkait kasus dugaan penipuan dan penggelapan dana Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya. Baginya, kasus ini bukanlah ranah perdata seperti yang divonis hakim.
Mahfud menyinggung hasil temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang menunjukkan Indosurya telah menghimpun uang dari masyarakat, sementara mereka bukan bank. Uang itu kemudian dimanfaatkan dalam kegiatan ekonomi yang tersembunyi, pencucian uang, dan melanggar undang-undang perbankan dengan nilai sekitar Rp106 triliun.
"Ini pidana pasti. PPATK juga menyatakan begitu," kata Mahfud, di Kemenkopolhukam, Selasa (31/1).
Mahfud berharap, polisi juga dapat melakukan penyidikan parsial untuk menemukan aliran dana dalam kasus ini. Agar uang yang berputar di dalam perkara tindak pidana pencucian uang ini dapat keluar dan dikembalikan bagi masyarakat.
"Nah itu yang akan dilakukan. Pokoknya sekarang masih ada analisis kita tidak boleh kalah. Rakyat dihisap terus," ujar Mahfud.
Menurut mantan Hakim Mahkamah Konstitusi ini, pembukaan kasus Indosurya masih sangat dimungkinkan. Ia memastikan kasus yang dibuka tidak sama dengan perkara yang tengah diajukan kasasi oleh Kejaksan Agung.
Korban kasus tersebut banyak, mencapai 23.000 orang. Total kerugiannya ditaksir mencapai Rp 106 triliun, menjadikan kasus Indosurya menjadi kasus penipuan terbesar di Indonesia.
“Ne bis in idem, tidak ada ne bis in idem, kasusnya lain. Tempus delictinya beda, locus delictinya beda. Tidak ada ne bis in idem. Kalau ne bis in idem itu yang 23.000 kemarin, mulai dari awal itu ne bis in idem. Ini beda kok,” ucapnya.