close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi. Alinea.id/Oky Diaz
icon caption
Ilustrasi. Alinea.id/Oky Diaz
Nasional
Selasa, 27 April 2021 21:45

Polisi di Sultra diduga siksa 2 anak di bawah umur

Dugaan kekerasan terhadap korban bermula petugas dari Polsek Sampuabalo menangkap LA pada 2 Januari 2021.
swipe

Anggota Polsek Sampuabalo, Sulawesi Tenggara (Sultra) diduga menyiksa dua orang anak di bawah umumr. Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mendesak Polda Sultra melakukan proses hukum secara transparan dan akuntabel.

Kapolda Sultra, Inspektur Jenderal (Irjen) Yan Sultra Indrajaya, mesti tegas terhadap anak buahnya yang diduga melakukan penyiksaan serta intimidasi terhadap anak di bawah umur yakni LA (12), RN (14), dan seorang pemuda bernama Muslimin (22 tahun).

Ketiga korban merupakan warga Desa Manuru, Kecamatan Siontapina, Kabupaten Buton, Sultra. "Apabila, perbuatan pelaku tersebut terjadi atas sepengetahuan dan dalam rangka menjalankan perintah atasan sebagai anggota polisi, maka atasannya juga harus bertanggung jawab secara komando sesuai dengan hukum yang berlaku baik secara disiplin dan/atau etik, maupun pidana," kata Badan Pekerja KontraS, Arif Nur Fikri dalam keterangannya kepada Alinea.id, Selasa (27/4).

Selain itu, KontraS juga mendesak, Polri melakukan evaluasi secara menyeluruh terkait tiadanya implementasi prinsip hak asasi manusia dalam menjalankan tugasnya sebagai anggota kepolisian.

"Pengawasan dan evaluasi ini menjadi penting untuk diperketat, guna menghindari terulang kembali peristiwa yang sama dengan jumlah korban yang lebih banyak pada kemudian hari," kata dia.

Berdasar informasi yang dihimpun KontraS, dugaan kekerasan dan intimidasi terhadap korban bermula petugas dari Polsek Sampuabalo menangkap LA pada 2 Januari 2021. LA ditangkap dengan tuduhan mencuri handphone, laptop, dan uang tunai sebesar Rp100 juta.

Usai ditangkap, anggota Polsek Sampuabalo, Aipda Edi Setiawan membawa LA Jalan Tani Desa Kuraa pada pada malam hari untuk dilakukan pemeriksaan.

Arif menuturkan, LA diduga mengalami penyiksaan oleh Idarvi Sulation saat proses pemeriksaan. Hal ini, tampak dari pengakuan korban yang menjelaskan, bahwa saat diperiksa mengalami tindakan penyiksaan.

"Berupa dipukul berkali-kali, ditampar, bibirnya dilempar dengan asbak besi, dan ditempelkan sebilah parang di lehernya, serta diancam akan dibunuh apabila tidak mengakui perbuatan," jelas dia.

Menurut Arif, Aipda Edi Setiawan memaksa korban anak LA untuk memberikan keterangan bahwa korban Muslimin terlibat dalam pencurian. Dalam hal ini, memberikan handphone kepada korban anak RN, yang tak lain merupakan kakak LA.

"Bahwa atas pengakuan yang diberikan oleh korban anak LA, kemudian korban anak atas nama RN dijemput ke Kantor Polsek Sampuabalo. Dan ketika sampai di sana diduga mengalami penyiksaan berupa ditampar pipi kiri dan pipi kanan menggunakan sandal jepit oleh anggota Polsek Sampuabalo yakni Idarvi Sulastion," jelas dia.

Atas peristiwa ini, Jumat (6/4), pihak keluarga dan pendamping hukumnya telah mengajukan pengaduan ke Propam Polda Sultra dengan nomor laporan: SP2/26/IV/2021/aduan.

"Bahwa terkait dengan informasi penyiksaan yang terjadi terhadap para korban tersebut, kami menilai telah terjadi penyalahgunaan wewenang, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan maupun peraturan internal di kepolisian," pungkas Arif.

img
Marselinus Gual
Reporter
img
Achmad Rizki
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan