Koalisi Masyarakat Sipil Papua mendesak aparat kepolisian setempat untuk segera mengumumkan korban kekerasan pascademo tolak rasisme yang berujung kerusuhan di Provinsi Papua dan Papua Barat. Demikian hal tersebut disampaikan perwakilan koalisi dari KontraS Papua, Sem Awom.
"Pada awal September Polda Papua sudah merilis jumlah data kerusakan material yang terjadi di Kota Jayapura," katanya didampingi sejumlah perwakilan aktivis dan LSM yang tergabung dalam KMSP di Kota Jayapura, Papua (18/9).
Menurut dia, satu bulan pascagelombang unjukrasa yang terjadi di berbagai daerah di Tanah Papua, publik masih mempertanyakan kejelasan terkait jatuhnya korban jiwa dan luka-luka.
Polda Papua sejauh ini baru merilis soal material kerusakan, seperti 15 unit perbankan yang dirusak, 7 unit pos polisi yang dirusak dan dibakar. Selanjutnya 24 unit kios dan toko yang dirusak dan dibakar. Lalu, terdapat 33 unit kendaraan roda dua dan 36 kendaraan roda empat yang dirusak dan dibakar.
"Kepolisian bekerja dengan cepat dalam merilis data kerugian material. Tetapi masyarakat tidak tahu berapa banyak korban luka dan jiwa terutama dengan adanya beberapa aksi sweeping yang dilakukan kelompok masyarakat tertentu," katanya.
Hal ini, kata Sem, menegaskan adanya upaya pembatasan informasi yang secara sengaja dilakukan aparat. Menurutnya, ini merupakan bentuk diskriminasi dan rasisme yang berdampak pada tidak terpenuhinya hak-hak korban dan keluarganya untuk mendapatkan keadilan.
"Oleh Karena itu, koalisi telah melakukan investigasi independen sebagai mekanisme kontrol (check and balances) atas monopoli informasi oleh institusi negara," katanya.
Berdasarkan temuan Koalisi Masyarakat Sipil Papua, terhitung pada 29 Agustus 2019, ada 3 warga sipil yang tertembak. Dua warga terkena peluru nyasar saat massa aksi demonstrasi di Expo Waena, Distrik Heram, Kota Jayapura. Lalu, satu warga lainnya tertembak di Abepura, pasca aksi demo.
Selain itu, lanjut dia, pihaknya juga menemukan adanya aksi sweeping yang dilakukan oleh kelompok masyarakat tertentu pada 30 Agustus 2019. Akibatnya, setidaknya 9 orang mengalami luka berat dan ringan karena senjata tajam. Sedangkan 1 orang pemuda dilaporkan meninggal dunia.
"Pada 1 September 2019 juga telah terjadi penyerangan yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat terhadap penghuni Asrama Mahasiswa Nayak I Kamkey, Abepura. Akibatnya, sebanyak 19 orang menjadi korban,” ucap Sem.
Rinciannya, sebanyak 17 orang mengalami luka karena lemparan batu dan senjata tajam, 1 orang meninggal karena tertembak dan 1 orang lain terluka karena tembakan.
Koalisi juga menemukan setidaknya 8 orang masyarakat sipil dan 1 anggota TNI meninggal dunia dalam aksi demonstrasi di Deiyai pada 28 Agustus 2019. Selanjutnya, 17 orang mendapatkan kekerasan fisik dan 2 orang luka karena tembakan aparat. Sampai saat ini, aparat masih terus melakukan penyisiran dan masyarakat masih mengalami intimidasi dan teror.
"Korban tembak, luka, dan kekerasan fisik juga ditemukan di Timika dan Fakfak, Papua Barat. Berdasarkan investigasi Koalisi, 2 orang tertembak dan setidaknya 18 orang mengalami kekerasan fisik di Timika," katanya. (Ant)