Psikolog forensik Reza Giri Amriel, menyoroti dua narasi yang berbeda antara temuan Migrant Care dan pengakuan Terbit Rencana Peranginangin terkait temuan kerangkeng di rumah eks Bupati Langkat tersebut.
Semula, Migrant Care yang mengungkap kasus ini menyebut, terdapat kerangkeng manusia bagi pekerja di kebun kelapa sawit milik Terbit. Para pekerja mengalami eksploitasi yang diduga kuat merupakan praktik perbudakan modern. Namun, Terbit mengkalim, ia membangun kerangkeng manusia di kediamannya sebagai tempat pembinaan pecandu narkoba.
"Jika situasinya sesuai dengan narasi Migrant Care, maka langkah represif harus Polda Sumut lakukan dengan target memidana pelaku, serta rehabilitasi dan restitusi bagi korban," kata Reza kepada Alinea.id, Rabu (26/1).
Menurut Reza, andaikan situasi si rumah Terbit seperti penjelasan tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu, maka hukum harus kembali ke posisi awalnya berupa ultimum remedium. Sebagai inisiatif warga, kata dia, banyak hal di rumah Terbit yang tidak sesuai dengan parameter rehabilitasi profesional.
"Tapi terhadap sarana-prasarana yang jauh dari memadai dan terhadap perlakuan yang kurang tepat, dinas-dinas terkait justru perlu melakukan standarisasi layanan serta penguatan kompetensi para personel yang berasal dari masyarakat awam. Dinas kesehatan, dinas sosial, dinas ketenagakerjaan, dan dinas kepemudaan adalah beberapa institusi yang perlu turun tangan guna mengatasi masalah ini," ujar Reza.
Menurut dia, situasi serupa (praktik pengobatan alternatif) sesungguhnya berlangsung di banyak tempat.
"Terkait, kelemahan justru bisa diubah menjadi kekuatan," katanya.
Sebagai pengingat, penemuan kerangkeng dan dugaan praktik perbudakan berawal dari operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK terhadap Terbit Rencana sebagai penerima suap dari kontraktor yang menggarap proyek infrastruktur di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Adapun lokasi dari kerangkeng berada pada lahan belakang rumah Terbit dan praktik tersebut telah berlangsung lebih dari 10 tahun.
Kemudian, berdasarkan temuan Migrant Care, setidaknya ada dua kompleks penjara sebagai tempat tinggal para pekerja.
Kepala Divisi Advokasi HAM Kontras, Andi Rezaldi, sebelumnya menilai penemuan kerangkeng manusia di rumah Teerbit sebagai praktik perbudakan modern. Alasannya, Bupati jelas tidak memiliki otoritas melakukan pembinaan atau rehabilitasi terhadap pengguna narkotika.
Dalam pernyataan sikap, Kontras juga menyayangkan sikap institusi lainnya ,seperti Badan Narkotika Nasional (BNN) Kabupaten Langkat yang seakan mendukung praktik kerangkeng walaupun sudah mengetahui sejak lama.
"Hal ini menandakan bahwa institusi lain yang membiarkan praktik tersebut tidak mengerti konsep dasar hak asasi manusia," kata Andi Rezaldi dalam keteranganya kepada Alinea.id, Selasa (25/1).