Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri, berfokus pada surat palsu dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam perkara Indosurya. Kasus ini kembali dibuka atas hasil ketidakpuasan para penegak hukum terhadap vonis lepas para terdakwa Indosurya.
Kasubdit 3 TPPU Dittipideksus Kombes Robertus Yohanes De Deo mengatakan, fokus tersebut adalah tindak pidana lain dari Indosurya. Pihaknya tidak ingin ngotot untuk membuka kasus yang lama dari berbagai locus dan tempo supaya tidak ne bis in idem (perkara yang sama).
“Yakni menempatkan dan atau memberikan keterangan palsu dalam akta otentik, serta mempergunakan surat palsu dan TPPU,” katanya saat dihubungi, Selasa (14/2).
Surat tersebut diduga telah menjadi alat bagi Indosurya untuk menjual produk yang disamakan dengan produk dari perbankan sesuai Medium Term Notes (MTN). Sementara, produk tersebut tanpa izin.
“Dit Tipideksus Bareskrim Polri sedang melakukan penyelidikan terhadap dugaan tindak pidana lain yang terkait dengan Indosurya, yakni penghimpunan dana dengan memperdagangkan produk yang dipersamakan dengan produk perbankan tanpa izin,” kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri Brigjen Whisnu Hermawan, Senin (6/2).
Whisnu menyebut, Indosurya diduga telah memberikan dokumen palsu dalam akta otentik. Bahkan, Indosurya juga diduga memberikannya dengan menggunakan surat palsu dan terindikasi adanya TPPU.
Kini, penyelidikan berlangsung mengambil keterangan dan klarifikasi dari para saksi. Mereka terdiri dari para korban, pengurus, hingga anggota Indosurya Inti Finance.
Penelitian terhadap sejumlah dokumen juga masih berjalan. Koordinasi dengan jaksa penuntut umum (JPU) untuk kelengkapan berkas perkara masih berlangsung.
“(Indosurya) menempatkan dan atau memberikan keterangan palsu dalam akta otentik, serta mempergunakan surat palsu, dan TPPU,” ujarnya.
Sebagai informasi, majelis hakim menjatuhkan vonis lepas yang dijatuhkan kepada Henry Surya dalam kasus dugaan penipuan dan penggelapan dana Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya. Bagi hakim, kasus ini bukanlah ranah pidana melainkan perdata.
Alhasil, kepolisian dan kejaksaan harus berpikir keras dalam upaya mengembalikan kerugian dari kantong masyarakat. Kasus ini telah berakibat kerugian hingga Rp16 triliun.