Kepolisian mengimbau masyarakat lebih berhati-hati dan cermat saat menggunakan anjungan tunai mandiri (ATM), serta mengirim data pribadi ke pihak lain. Termasuk tidak terkecoh dengan mengirimkan informasi pribadi ke call center, website, pesan singkat (sms), dan akun palsu yang mengaku sebagai akun resmi perbankan di media sosial.
Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo meminta agar masyarakat tidak memberikan informasi nomor identifikasi pribadi (PIN), password, dan one time-password (OTP) ke orang lain, meski itu masih keluarga terdekat. Sikap waspada dan hati-hati dapat menjadi tameng bagi nasabah sehingga terhindar dari aksi pelaku kejahatan yang terorganisir.
"Masyarakat untuk tetap menyimpan uangnya di bank, tidak perlu risau dengan sistem keamanan bank. Sebab, modus operandi yang dilakukan pelaku umumnya memanfaatkan kelengahan nasabah dan bukan menjebol keamanan perbankan," kata Dedi dalam keterangannya, Senin (30/5).
Penyidik mensinyalir aksi kejahatan terhadap nasabah perbankan merupakan bagian dari jaringan sindikat internasional. Tak hanya menyasar ke nasabah bank besar dan kota besar saja, namun juga ke wilayah desa dan kecil. Seperti pada pertengahan Mei kemarin, polisi menangkap tiga pelaku berstatus warga negara asing (WNA) yang telah membobol uang dari rekening nasabah Bank Pembangunan Daerah (BPD) Riau Kepri cabang Batam. Mereka diringkus di Bali saat hendak menyeberang ke Lombok.
Dedi menyatakan, salah satu modusnya melalui teknik skimming kartu ATM dan pencairan dananya dilakukan di luar negeri, atau di suatu daerah yang berbeda dengan domisili si pemilik kartu. Sumber kebocoran data nasabah juga bisa terjadi akibat kelalaian nasabah itu sendiri.
“Sumbernya tidak hanya upaya para pelaku tapi bisa juga kelalaian nasabah sendiri yang mengirim data pribadinya ke berbagai pihak, semisal saat mengisi aplikasi tertentu di internet," tutur Dedi.
Dedi mengungkapkan, modus kejahatan lain terhadap nasabah dan bank yakni penggunaan data pribadi nasabah oleh si pelaku kejahatan. Data tersebut digunakan untuk membuat kartu ATM dan buku rekening baru atas nama korban di cabang berbeda.
Penyidik juga masih mendalami dengan melihat berbagai kemungkinan, seperti sumber kebocoran data pribadi korban. Bahkan, tidak menutup kemungkinan dugaan adanya keterlibatan nasabah pada aksi kejahatan tersebut.
Sebab, pelaku kejahatan dapat membuat identitas baru dengan menggunakan data pribadi yang dimiliki korban, bahkan sampai mengetahui nama ibu kandung nasabah. Setelah rekeningnya dibobol pelaku, nasabah meminta bank untuk mengganti dana di rekening yang telah dikuras.
Dedi menegaskan, meski telah menangkap sejumlah eksekutor, pihaknya tidak akan berhenti menyelidiki perkara terkait perbankan ini. Polisi masih terus mengusut kasus pembobolan rekening nasabah hingga ke aktor intelektualnya.
"Jadi memang ini kejahatan yang terorganisir. Ada yang mengambil data, menduplikasi, mencetak, menjual, dan mengambil duitnya. Pelaku cenderung mencari celah bagaimana teknologi bisa direkayasa, mereka terus mempelajari itu," jelasnya.