Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri, Brigjen Pol Dedi Prasetyo, mengatakan aparat kepolisian kembali menangkap mahasiswa yang diduga gadungan dalam aksi unjuk rasa yang berujung kerusuhan pada Senin (30/9). Mahasiswa yang ditangkap tersebut mengaku dibayar sebesar Rp40.000 untuk turun ke jalan melakukan aksi demonstrasi.
Namun, Dedi enggan menyebut jumlah mahasiswa gadungan yang ditangkap pihak kepolisian, termasuk identitas para mahasiswa gadungan tersebut. Hanya, kata dia, sejumlah mahasiswa gadungan tersebut mengaku ada pihak yang memerintah untuk melakukan aksi. Namun, Dedi pun belum mengetahui pihak yang memberi perintah tersebut.
Menurut Dedi, para mahasiswa gadungan di aksi demo pada (30/9) menjalankan peran yang sama ketika terjadi kerusuhan pada 21 dan 22 Mei 2019. Mereka merupakan massa bayaran yang diperintah untuk melakukan aksi kerusuhan saat aksi unjuk rasa.
“Ya betul, ada yang menyamar jadi mahasiswa. Terbukti penangkapan beberapa orang yang menyusup menggunakan pakaian seragam STM yang ditangkap Polda Metro Jaya," kata Dedi di Jakarta pada Selasa (1/10).
Lebih lanjut, Dedi mengungkapkan, mereka pun telah merancang aksi kerusuhan tersebut, seperti lima orang yang ditangkap sebelumnya lantaran menyiapkan bom molotov untuk aksi Mujahid 212. “Sudah bukan murni mahasiswa dan pelajar, tapi sudah perusuh seperti 21-22 Mei kemarin. Mereka menyerang aparat dan bakar fasilitas publik,” ucapnya.
Menurut Dedi, saat ini sejumlah mahasiswa gadungan yang telah ditangkap itu tengah menjalani pemeriksaan oleh penyidik Polda Metro Jaya. Namun demikian, ia belum dapat menyebutkan jumlah para perusuh yang diamankan tersebut.
Seperti diketahui, aksi unjuk rasa dari kalangan mahasiswa, pelajar dan buruh terjadi pada Senin (30/9) ketika anggota DPR periode 2019-2024 melaksanakan sidang paripurna untuk kali terakhir. Pada sore hari, aksi unjuk rasa mulai ricuh dan meluas hingga malam sampai ke arah Pejompongan, Petamburan, Palmerah, dan Tanah Abang.