Bareskrim Polri menduga tersangka kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) penjualan kondensat Honggo Wendratmo memiliki dua kewarganegaraan. Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Barskrim Polri Brigjen Daniel Tahi Monang mengungkapkan, pihaknya telah bekerja sama dengan imigrasi untuk mencabut paspor Honggo.
Selain itu, kata dia, polisi juga telah meminta pengajuan red notice ke Interpol terhadap Honggo. Namun, Honggo dinyatakan masih dalam status pengejaran. “Kami sudah mintakan pencabutan paspor ke Imigrasi sejak dua tahun lalu,” kata Daniel di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (30/1).
Honggo diduga berada di China, Singapura atau Hong Kong. Jika sudah diakui sebagai warga negara di negara-negara tersebut, kendati paspornya sudah dicabut, Honggo bisa tidak didepak dari negara tempat persembunyian, “Kami tidak tahu apakah dia mempunyai kewarganegaraan ganda di sana,” ujarnya.
Seperti diketahui, Bareskrim Polri melimpahkan berkas dua tersangka kasus TPPU penjualan kondensat ke Kejaksaan Agung tanpa menyertakan tersangka Honggo Wendratmo. Honggo akan disidang secara in absentia.
Barang sitaan dari kasus tersebut yang telah dilimpahkan berupa dokumen, aset tiga tersangka senilai Rp1 triliun, dan kilang minyak di Tuban, Jawa Barat senilai Rp35 triliun.
Perkara ini bermula dari penunjukan langsung BP Migas terhadap PT TPPI pada Oktober 2008 terkait dengan penjualan kondensat dalam kurun waktu 2009-2010. Perjanjian kontrak kerja sama kedua lembaga tersebut dilakukan pada Maret 2009.
Penunjukan langsung ini menyalahi Peraturan BP Migas Nomor KPTS-20/BP00000/2003-50 tentang Pedoman Tata Kerja Penunjukan Penjual Minyak Mentah/Kondesat Bagian Negara dan Keputusan Kepala BP Migas Nomor KPTS-24/BP00000/2003-S0 tentang Pembentukan Tim Penunjukan Penjualan Minyak Mentah Bagian Negara.
Sebelumnya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah menaksir kerugian negara akibat kasus tersebut mencapai Rp36 triliun. Dalam kasus ini juga telah ditetapkan dua tersangka lainnya, yaitu, mantan Deputi Ekonomi dan Pemasaran BP Migas Djoko Harsono dan mantan Kepala BP Migas Raden Priyono.