close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Massa yang tergabung dalam Barisan Rakyat Bebaskan Tahanan Politik melakukan aksi unjuk rasa di Jalan Asia Afrika, Bandung, Jawa Barat. Antara Foto
icon caption
Massa yang tergabung dalam Barisan Rakyat Bebaskan Tahanan Politik melakukan aksi unjuk rasa di Jalan Asia Afrika, Bandung, Jawa Barat. Antara Foto
Nasional
Selasa, 22 Oktober 2019 15:42

Polisi dinilai tabrak aturan, 6 mahasiswa Papua ajukan praperadilan

Kuasa hukum enam mahasiswa Papua, Okky Wiratama, membeberkan fakta-fakta polisi yang dianggap menyalahi aturan.
swipe

Sebanyak enam mahasiswa Papua yang tengah menjalani penahanan di rumah tahanan atau Rutan Markas Korps Brimob Polri Depok atas tuduhan makar, resmi mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Selasa (22/10).

Kuasa hukum enam mahasiswa Papua itu, Okky Wiratama, mengatakan keenam kliennya mengajukan praperadilan karena membantah telah melakukan makar seperti yang dituduhkan. Terlebih, kliennya sampat saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian. 

“Alasan kita mengajukan praperadilan karena memang sebelumnya klien kami telah ditetapkan sebagai tersangka atas tuduhan makar pada aksi 28 Agustus 2019 lalu. Namun penetapan tersangka itu tidak sah menurut kami,” kata Okky Wiratama di Gedung Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Selasa (22/10).

Tidak sahnya penetapan tersangka kepada keenam mahasiswa Papua itu, kata Okky, berawal dari proses penangkapan yang dilakukan Polda Metro Jaya kepada keenam kliennya. Menurutnya, keenam mahasiswa Papua itu ditangkap tanpa surat izin dari pengadilan negeri setempat. Juga tanpa disaksikan dua saksi dari RT/RW di wilayah tempat tersangka dibekuk pada 30 Agustus 2019 lalu.

Tak hanya dari proses penangkapan dan penetapan tersangka saja yang diduga menyalahi aturan, Okky menilai, prosedur hukum lainnya juga turut ditabrak oleh aparat kepolisian atas kasus tersebut.

"Lalu juga ada penyitaan yang tidak sah yang dilakukan oleh pihak termohon terhadap klien kami ini yang diduga adalah perampasan terhadap barang, bukan penyitaan," katanya

Sedangkan dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan Polda Metro Jaya itu berdasarkan Peraturan Kepala Bareskrim Polri Nomor 3 Tahun 2014 tentang standar operasional prosedur (SOP) Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana (Perkaba 3/2014).

Mengacu aturan tersebut, seharusnya penangkapan yang dilakukan penyidik memiliki syarat administrasi berupa syarat formal seperti laporan polisi, surat perintah tugas, surat perintah penyidikan, surat perintah penangkapan, surat perintah membawa, dan surat perintah penggeledahan. Serta surat materiil seperti laporan hasil penyelidikan dan laporan hasil gelar perkara. 

“Pihak Polda Metro Jaya melakukan penangkapan tersangka dianggap belum memenuhi kedua syarat tersebut,” ujar Okky.

Untuk itu, gugatan praperadilan pun dialamatkan langsung kepada Polda Metro Jaya berdasarkan pasal 77 KUHAP maupun putusan MK nomor 21/PUU/XII/2014 dan berdasarkan hak pembelaan tersangka.

Sebagaimana diketahui, keenam tersangka tersebut ditangkap pihak berwenang sebab disebut kedapatan membawa bendera Bintang Kejora di depan Istana Merdeka pada aksi 28 Agustus 2019 lalu. 

Mereka terdiri atas Juru Bicara Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WP) Surya Anta, Charles Kossay, Dano Tabuni, Isay Wenda, Ambrosius Mulait, dan Arina Elopere. Keenamnya kini terjerat tuduhan makar sesuai dengan Pasal 106 dan 110 KUHP.

img
Soraya Novika
Reporter
img
Tito Dirhantoro
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan