Direktorat Siber Bareskrim Polri berhasil mengungkap kelompok hacker Black Hat, yang meretas salah satu situs institusi pemerintah di Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra). Para pelakunya merupakan anak-anak di bawah umur, yang dilatih untuk melakukan teknik peretasan (hacking) situs dengan metode defacing, atau teknik mengubah halaman muka sebuah situs.
“Pada bulan juni akhir sampai kemudian pertengahan juli, salah satu instasi pemerintahan di Provinsi Sulawesi Tenggara itu mengalami serangan hacking, yaitu menggunakan metode defacing, setiap hari, setiap jam. Secara massif,” kata Kasubdit II Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Kombes (Pol) Rickynaldo Chairul di kantornya di Jakarta, Jumat (9/11).
Para pelaku, dia melanjutkan, berhasil ditangkap di sejumlah lokasi berbeda, yaitu di Jambi, Cirebon, Mojokerto dan Surabaya. Mereka adalah LYC alias Mr. L4m4 (19 tahun), MSR alias G03J47 (14), JBKE alias Mr. 4l0ne (16) dan HEC alias S3CD3C/DAKOCH4N (13).
Selain itu, polisi juga berhasil menyita sejumlah barang bukti, yaitu masing-masing satu unit handphone Lenovo type A700A, ASUS Z00ED, dan Samsung J1. Selain itu, turut disita adalah satu unit Laptop Toshiba, dua unit Laptop Acer, dan satu Flasdisk Toshiba 8 GB.
Rickynaldo mengatakan, polisi masih melakukan penyelidikan terkait motif di balik aksi ini. Terlebih tampilan muka situs yang diretas, diubah dengan gambar dan simbol yang mengarah ke radikalisme. Di antara gambar yang dipasang adalah bendera Palestina dan sosok gerakan radikal.
“Hasil penyelidikan kami, Black Hat ini masih sebatas merekrut cyber troop. Dan kemudian melakukan bimbingan khusus, tutorial, dan uji coba sampai sejauh mana kemampuan anak-anak. Sedangkan apakah arahnya ini ke radikalisme, SARA atau politik, kami masih belum bisa memastikan," kata Rickynaldo.
Polisi juga masih melakukan penyelidikan seputar dalang di balik kelompok Black Hat ini.
Di tempat yang sama, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto, mengingatkan agar para orang tua terus melakukan pemantauan terhadap anak-anaknya, dalam pemanfaatan teknologi informatika.
Menurutnya, kasus kejahatan cyber yang melibatkan anak mengalamai kecenderungan meningkat belakangan ini.
“Memang kalau dilihat tren kasus-kasus terkini, anak-anak korban cyber dan pornografi itu trennya naik,” kata Susanto.