Direktorat Tindak Pidana Siber (Ditipidsiber) Bareskrim Polri mengungkap tiga kasus penjualan video pornografi anak melalui dunia maya. Tiga kasus itu berasal dari lima kota berbeda.
Direktur Tindak Pidana Siber (Dirtipidsiber) Bareskrim Polri, Brigjen Ade Vivid Bachtiar mengatakan, laporan pertama dari Kota Tulung Agung dengan tersangka FR. Sementara, yang kedua adalah tersangka JA dengan lokasi tindak kejahatannya di Semarang, Yogyakarta, dan Bandung.
"Terakhir laporan polisi dengan tersangka FH di kota Cirebon," kata Ade di Bareskrim Polri, Senin (27/3).
Ade mengatakan, pada lokasi di Kota Semarang, tersangka melakukan perbuatan asusila itu ketika berada di tempat sepi dan tidak terdapat orang dewasa lainnya. Ia berusaha mengakrabkan diri dengan para korban.
Upaya itu terlihat dengan memberi korban snack maupun makanan kecil hingga uang. Setelah itu, melakukan perbuatan asusila sesuai keinginan tersangka dan kemudian tersangka direkam baik di foto ataupun di video.
Penyidik menemukan enam korban yang terekam dalam video di Google Drive itu. Selain itu, penyidik juga mengetahui adanya sisi kelainan yang dimiliki oleh tersangka.
Sementara, tersangka FH agak berbeda dengan tersangka sebelumnya. FH mengaku pernah menjadi korban dan setelah dewasa mengulangi perbuatan serupa dengan menyasar para tetangga.
"Selain korbannya tetangga sekitar, juga (ada) di warnet," ujarnya.
Pada tersangka FR diketahui dirinya hanya menjual video porno itu dengan narasi 'bokep bocil viral hot'. Kepada penyidik, FR mengaku, penjualan video dengan pemeran anak kecil lebih laku ketimbang aktor yang berusia dewasa.
"Keuntungan yang didapat oleh tersangka kurang lebih dalam sebulan bisa mencapai Rp5 juta dengan menjual konten-konten pornografi," ucapnya.
Penyidik menjerat para tersangka dengan Pasal 45 ayat 1 juncto Pasal 27 ayat 1 Undang-undang ITE dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 tahun atau denda paling banyak Rp1 miliar.
Pasal yang kedua adalah Pasal 29 juncto pasal 4 ayat 1 dan atau pasal 37 juncto pasal 11 UU tentang pornografi yaitu UU Nomor 44 tahun 2008. Ancaman pidana penjara paling lama 12 tahun dan denda paling sedikit Rp250 juta dan paling banyak Rp6 miliar.
Pasal yang ketiga adalah pasal 82 ayat 1 juncto pasal 76 E Undang-undang tentang perlindungan anak, dengan ancaman pidana paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar. Pasal yang keempat pasal 88 Juncto pasal 761 Undang-undang nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak, dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp200 juta.