Politikus Partai Gerindra, Bambang Haryo Soekartono, mengaku, menemukan kejanggalan saat terbang menggunakan pesawat dari Surabaya menuju Papua untuk menyaksikan PON XX.
Bambang menyebut, saat menggunakan pesawat dari Surabaya menuju Papua, kemudian transit di Bandara Sultan Hasanuddin Makassar selama satu malam.
Lalu, saat berangkat dari Bandara Juanda Surabaya, Jawa Timur harus menunjukkan pedulilindungi. Selain itu, kata dia, harus dilengkapi dengan polymerase chain reaction (PCR).
"Yang menjadi kejanggalan adalah semua petugas yang berada di dalam Bandara Juanda Surabaya tidak melakukan PCR atapun antigen yang berlaku dua hari sekali sesuai dengan persyaratan yang dilakukan oleh penumpang. Petugas ke rumah bertemu keluarga setiap hari, itu berarti sebenarnya petugas bandara dan lain-lain tidak steril dari Covid-19," kata Bambang dalam keterangannya, Minggu (10/10).
Bambang menuturkan, pada saat masuk ke pesawat juga mengecek semua petugas airlines tidak melaksanakan PCR atau antigen berlaku dua hari sekali sesuai dengan persyaratan yang sama dengan penumpang.
"Mereka selalu turun dan keluar dari bandara setelah melaksanakan tugas, berarti petugas airlines yang ada digarbarata dan di pesawat tersebut juga tidak steril dari Covid -19," ujarnya
Lebih janggal lagi, kata Bambang, saat dirinya mendarat di Bandara Sultan Hasanuddin Makassar, ruang tunggu sudah tertutup semua dan bahkan penumpang transit diminta keluar dari bandara pada malam itu dan baru diijinkan masuk kembali ke bandara pada pukul 04.00 keesokan harinya.
Jadi, semua penumpang transit dari berbagai jurusan serta semua petugas bandara menjadi tidak steril lagi dan masuk tanpa pemeriksaan PCR kembali. "Begitu pula setelah tiba di bandara Timika juga terjadi kejanggalan yang sama," katanya.
Atas dasar itu, Bamabng menyatakan, jika persyaratan antigen dan PCR yang ada diangkutan publik itu sebenarnya hanya formalitas yang tidak jelas, karena seluruh ruang lingkup bandara dan pesawat diisi oleh petugas yang tidak steril dari Covid-19.
"Diharapkan ini menjadi satu kajian agar persyarat PCR yang berlaku diangkutan publik di TIADAKAN. Karena membebani masyarakat pengguna transportasi publik," tegas dia.