close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Anggota DPR RI Masinton Pasaribu. Foto: dpr.go.id/Dok/Man
icon caption
Anggota DPR RI Masinton Pasaribu. Foto: dpr.go.id/Dok/Man
Nasional
Selasa, 31 Oktober 2023 21:28

Politikus PDIP mengajukan hak angket terhadap MK, apa boleh?

Hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang/kebijakan pemerintah.
swipe

Polemik batas usia calon presiden dan calon wakil presiden (capres dan cawapres) berakhir dengan diputusnya permohonan yang diajukan oleh mahasiswa Universitas Surakarta Almas Tsaqibbirru dalam perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 pada 16 Oktober. Dalam putusan tersebut, mahkamah mengabulkan sebagian permohonan yang menguji Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).

“Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian. Menyatakan Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang menyatakan, 'berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun' bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai ‘berusia paling rendah empat puluh tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah’,” ucap Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman ketika membacakan putusan pada Senin (16/10) di Ruang Sidang Pleno MK.

Putusan itu kemudian mendapatkan berbagai respons dari berbagai kalangan. Bahkan, muncul resistensi dengan melaporkan sejumlah Hakim Konstitusi ke Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). Saat ini prosesnya sedang berjalan.

Resistensi juga muncul di gedung DPR. Salah satunya yang dilakukan anggota DPR dari Fraksi PDIP Masinton Pasaribu.  

"Konstitusi adalah roh, jiwa, dan semangat semua bangsa. Tetapi apa hari ini yang terjadi?
Kini kita mengalami satu tragedi konstitusi. Pascaterbitnya putusan MK pada 16 Oktober 2023. Iya, itu adalah tirani konstitusi," kata anggota Fraksi PDIP dari Dapil DKI Jakarta Masinton Pasaribu saat melakukan interupsi di Rapat Paripurna DPR RI ke-8 masa persidangan II Tahun Sidang 2023-2024, Jakarta, Selasa (31/10).

Putusan MK tersebut, dianggap bukan lagi berdasar dan berlandas atas kepentingan konstitusi. Putusan MK itu, dianggapnya lebih pada putusan kaum tirani. Maka, Masinton pun mengajak anggota DPR lain menggunakan hak konstitusional yang dimiliki DPR.

"Saya Masinton Pasaribu, anggota DPR dari Dapil DKI Jakarta, menggunakan hak konstitusi saya untuk mengajukan hak angket terhadap lembaga MK. Semoga kawan-kawan saya mengikutinya dan tegak lurus terhadap konstitusi," kata dia.

Tetapi, tampaknya yang bakal dilakukan Masinton Pasaribu itu, hanya sekedar gertak sambal saja dan menunjukkan inkonsistensi PDIP. Karena menurut pengamat tata negara Refly Harun, MK bukanlah ranah hak angket.   

Buat jelasnya, menurut laman resmi DPR, hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang/kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

"Seharusnya hak angket bukan kepada MK-nya tetapi pada Presiden Jokowi," kata Refly Harun saat dihubungi Alinea.id, Selasa (31/10).

Refly pun memberikan masukan kepada Masinton, kalau sekarang saatnya lebih berani kepada Presiden Jokowi. Jangan menyalahkan putusan MK tersebut kepada Anwar Usman atau kepada Gibran Rakabuming Raka. Karena dalam kasus ini, patut diduga ada persekongkolan yang disutradarai Presiden Jokowi.

Jika itu berani dilakukan, maka Refly berkeyakinan, muara dari hak angket ini, pada impeachment atau pemakzulan Presiden Jokowi. Tetapi tentunya, untuk melanjutkan proses itu, Masinton harus mendapatkan dukungan dari anggota DPR lain.

Hal nyaris serupa juga dikatakan pengamat hukum tata negara dari FH UPN Veteran Jakarta Wicipto Setiadi. Menurut Wicipto, hak yang dipunyai DPR itu, hanya untuk mengawasi eksekutif. 

"Yudikatif itu sebetulnya tidak boleh dicampuri dalam arti diintervensi," kata dia.

Malah dia khawatir, inisatif dari Masinton itu, tidak berjalan alias jalan di tempat. Pasalnya, pelaksanaan hak angket diusulkan paling sedikit 25 orang dan lebih dari satu fraksi. Padahal, usulan tersebut harus mendapatkan persetujuan rapat paripurna dan secara matematik, pengusung Prabowo-Gibran lebih besar daripada PDIP. 

Selain itu, menurut Tatib DPR, pengusulan hak angket harus disertai dengan dokumen yang memuat paling sedikit materi kebijakan dan atau pelaksanaan UU yang akan diselidiki dan alasan penyelidikan. Dan masalahnya, yang dipersoalkan adalah putusan MK yang merupakan produk dari ranah yudikatif.

Malah, dia menyarankan agar semua pihak untuk menunggu sidang MKMK yang diperkirakan bakal mencapai puncaknya dalam beberapa hari ke depan. Hal itu untuk memperjelas apakah telah terjadi pelanggaran kode etik atau tidak.
 

img
Hermansah
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan