Anggota Komisi X DPR Fraksi PKS Ledia Hanifa Amaliah, mengkritisi kebijakan skema penyaluran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) pada 2020. Setidaknya, ada tiga catatan yang diberikan terhadap kebijakan tersebut.
Pertama, kata Ledia, terkait verifikasi sekolah yang akan disalurkan dana BOS. Proses tersebut harus dilakukan secara baik dan cermat. Jika tidak, akan memengaruhi penyaluran dana BOS.
"Ada 260.000 sekolah, enggak mudah lakukan verifikasi. Jika di tahap pertama tidak semua tersalur, apa nanti dilakukan rapel ditahap kedua dan ketiga?" kata Ledia, dalam diskusi bertajuk "Skema Dana BOS, Kenapa Diubah?" di kawasan Jakarta Pusat, Sabtu (15/2).
Catatan kedua, terkait proses pengawasan penyaluran dana BOS. Menurutnya, amat rentan terjadi praktik lancung oknum petugas, jika tidak dilakukan sistem pengawasan yang baik dengan skema penyaluran dana yang ditransfer langsung ke rekening sekolah.
"Berarti, pengawasannya juga harus intens. Kritik saya ke Mas Menteri waktu di DPR, anggaran Irjen enggak bertambah. Padahal dua kementerian digabung, terus dengan skema bantuan yang baru. Berarti pengawasannya lebih intens," papar Ledia.
Ketiga, terkait syarat guru honorer yang dapat menerima dana BOS. Dalam Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pendidikan Nomor 8 Tahun 2020 disebutkan, terdapat tiga syarat bagi guru honorer yang dapat menerima dana BOS.
Pertama, harus memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK). Kedua, belum memiliki sertifikasi pendidik. Ketiga, sudah tercatat di Data Pokok Pendidikan (Dapodik) sebelum 31 Desember 2019.
Leida menilai, syarat NUPK dapat memupuskan harapan bagi guru lama untuk memperoleh dana BOS. Pasalnya, tidak semua guru lama telah mendapat NUPK itu.
Untuk diketahui, Kementerian Keuangan mengucurkan dana BOS sebesar Rp54,3 triliun bagi 45,4 juta siswa pada 2020. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan dana ini meningkat 6,03% dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar Rp51,23 triliun.
"Dana BOS dihitung berdasarkan per kepala siswa. BOS ada tiga jenis, BOS reguler, BOS kinerja, dan BOS afirmasi," ujar dia.
Sri mengungkapkan skema penyaluran dana BOS pada 2020 juga akan diubah dari empat kali menjadi tiga kali.
"Untuk tahap pertama disalurkan pada Januari 2020. Tahap dua pada April, dan tahap tiga September," jelasnya.
Sementara, besaran dana yang akan diterima untuk tiap siswa dari jenjang sekolah dasar (SD) meningkat dari Rp800.000 per bulan pada 2019, menjadi Rp900.000 pada 2020. Untuk SMP dari Rp1 juta di 2019 per siswa, menjadi Rp1,1 juta pada 2020.
Sementara, SMA meningkat dari Rp1,4 juta menjadi 1,5 juta, untuk SMK dari Rp1,4 juta menjadi Rp1,6 juta dan pendidikan khusus tetap sebesar Rp2 juta.
"Peningkatan ini terjadi seiring dengan meningkatnya alokasi anggaran dana BOS pada tahun 2020," ujarnya.
Penyaluran dana BOS pada 2020 akan dilakukan dari Rekening Kas Umum Negara (RKUN) langsung ke rekening sekolah dengan tujuan memangkas birokrasi, sehingga sekolah dapat lebih cepat menerima dan menggunakan dana BOS untuk operasional di sekolah.