Pemerintah menyetop layanan bebas visa bagi 159 negara lantaran dinilai tidak efektif dalam meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman). Pangkalnya, turis asing yang datang didominasi "pembuat onar".
Pemerintah pun menyiapkan opsi alternatif dengan mewacanakan golden visa bahkan ditargetkan terbit pada akhir Juni 2023. Untuk mendapatkan persetujuan masuk ke RI ini, warga negara asing (WNA) harus merogoh kocek Rp6 juta-Rp19 juta.
Anggota Komisi III DPR, Muhammad Nasir Djamil, pun menyoroti efektivitas golden visa. Ia mengakui layanan ini bisa menjadi alat untuk mencapai tujuan yang dicanangkan, tetapi diragukan dapat kembali berjalan optimal.
"Golden visa, misalnya, itu memberikan harapan, tapi apakah itu bisa memenuhi harapan? Nah, itu harus diawasi dengan baik. Jangan sampai golden visa ini dimanfaatkan pihak-pihak tertentu," katanya.
"Memberikan harapan dengan memenuhi harapan, itu dua hal yang berbeda," imbuh politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut, menukil situs web DPR.
Ia berpendapat, Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) harus mengawasi WNA yang datang ke Indonesia. Langkah ini setidaknya sebagai upaya memastikan tujuan layanan golden visa tercapai.
Bagi Nasir, kedaulatan negara akan terancam jika pemerintah hanya fokus membuat kebijakan yang mempermudah akses wisman dan investor asing ke Indonesia tanpa upaya antisipasi. Artinya, mengulangi kegagalan sebelumnya.
"Meskipun Dirjen Imigrasi sudah memberikan semacam klasifikasi siapa saja yang bisa mendapatkan golden visa, tapi siapa yang bisa memastikan bahwa klasifikasi itu bisa dipenuhi oleh orang-orang yang mendapatkan golden [visa] bisa tadi itu? Oleh karena itu, saya pikir, pengawasan menjadi penting. Nah, karenanya juga kepada pemerintah diharapkan bisa memberikan perhatian kepada imigrasi tadi itu," tuturnya.
Pemegang golden visa akan menikmati beberapa manfaat eksklusif yang tidak diterima pemegang visa pada umumnya. Misalnya, prosedur dan persyaratan permohonan visa dan urusan imigrasi lebih mudah dan cepat, mobilitas dengan multiple entries, jangka waktu tinggal lebih lama, hak untuk memiliki aset di dalam negara, serta menjadi jalur fast track pengajuan kewarganegaraan.