Polri didorong melibatkan otoritas Kamboja dalam mengusut penjualan ginjal yang melibatkan oknum anggotanya dan Ditjen Imigrasi Kementeria Hukum dan HAM (Kemenkumham). Polisi menangkap 15 tersangka yang terlibat kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) ini, di mana 5 orang di antaranya personel Korps Bhayangkara dan Imigrasi.
"Usut tuntas sampai ke akar-akarnya. Jika perlu selidiki dan koordinasikan dengan negara Kamboja, yang menurut pengakuan korban, menjadi lokasi operasi dalam transaksi jual beli organ," kata anggota Komisi IX DPR, Netty Prasetiyani Aher, dalam keterangannya.
Ia juga mendorong kepolisian mendalami Miss Huang yang disinyalir sebagai makelar perdagangan ginjal di Kamboja. Menurutnya, penyidikan kasus ini dapat memanfaatkan perjanjian internasional, seperti ekstradisi dan bantuan hukum timbal balik.
Kasus penjualan ginjal ke luar negeri oleh sindikat tersebut sudah terjadi sejak bertahun-tahun. Korban yang terdata mencapai 112 orang.
"Bahkan, berdasarkan pengakuan broker di media, sindikat ini telah mengumpulkan sekitar Rp24,4 M dari penjualan ginjal. Ironis sekali, mereka mengeruk keuntungan dari situasi kesulitan ekonomi anak bangsa," tuturnya.
Menurut Netty, Polri dan Ditjen Imigrasi perlu mengevaluasi kinerjanya. Sebab, keterlibatan oknum anggotanya membuktikan terjadinya kelalaian dalam mengawasi kinerja personelnya.
Ia melanjutkan, munculnya kasus ini berkaitan dengan kondisi ekonomi. "Himpitan ekonomi membuat masyarakat 'gelap mata' dan terpaksa memilih praktik penjualan organ guna mendapatkan uang secara instan."
"Ini adalah tamparan keras pada pemerintah karena minimnya lapangan kerja sebagai sumber penghidupan rakyat. Ditambah lagi WNI harus bersaing dengan tenaga kerja asing akibat Perppu Cipta Kerja yang memberi peluang tersebut," imbuh Netty.