Tim medis RS Polri Kramat Jati mengimbau kepada seluruh penyelam yang terlibat dalam evakuasi Lion Air PQ-LQT untuk melakukan terapi hiperbarik. Pasalnya sampai saat ini, RS Polri baru melakukan terapi hiperbarik pada penyelam yang telah dikerahkan Polri saja.
Penanggung jawab terapi hiperbarik RS Polri, AKBP Karjana, mengatakan pihaknya baru melakukan terapi terhadap 19 penyelam yang diterjunkan Polri. Namun, ia tidak dapat memastikan apakah penyelam lainnya sudah melakukan terapi tersebut.
“Kami tidak dapat memastikan berapa yang sudah dan yang belum, tapi kami baru melakukan terapi hiperbarik terhadap 19 penyelam dari Polri. Hari ini ada empat yang melakukan terapi hiperbarik,” ujarnya di RS Polri, Senin (5/11).
Menurut Karjana, terapi herbarik sudah menjadi SOP bagi para penyelam. Pasalnya, terapi hiperbarik dapat mencegah serangan dekompresi akibat pengurangan tekanan udara di permukaan laut.
Ia juga menjelaskan, dekompresi sendiri terjadi akibat adanya benturan antara gas dan nitrogen di permukaan laut. Selain itu, dekompresi dapat terjadi karena penyelam tidak melakukan secara bertahap saat turun ke dasar laut.
“Jadi, apabila dilanggar SOP yang sudah ada, akan ada penyumbatan yang pembuluh darah atau organ vital yang menyebabkan mati mendadak,” jelasnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan, terapi herbarik dilakukan selama dua jam. Tahapannya mulai dari pengecekan riwayat kesehatan para penyelam, khususnya saat terakhir menyelam dan melakukan penerbangan.
Kemudian dilakukan pengecekan kesehatan secara umum, pengecekan terhadap organ vital, lalu pengecekan laboratorium sederhana sampai unsur penunjang. Selanjutnya pengecekan THT dan radiologi.
Karjana juga menjelaskan dalam terapi hiperbarik, penyelam akan dimasukkan ke dalam ruangan bertekanan tinggi. Tekanan di dalam ruangan itu disesuaikan dengan berapa kedalaman dasar laut yang disusuri para penyelam.
“Kalau di Karawang kedalaman 30-35 meter. Yang diberikan tekanan admosfernya di ruangan itu 13 atm,” katanya.