Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri akan mengawal distribusi biosolar atau solar bersubsidi di sejumlah daerah. Kelangkaan ini lagi-lagi meresahkan masyarakat setelah minyak goreng sempat menjadi persoalan.
Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri Brigjen Pipit Rismanto mengatakan, pihaknya telah membahas masalah kelangkaan ini dengan kementerian dan lembaga terkait. Alhasil, petugas bergandeng tangan untuk memastikan distribusi biosolar bisa sampai ke masyarakat dan dapat memenuhi kebutuhan.
“Kemarin (Senin,4/4) baru selesai rapat dengan kementerian & lembaga terkait. Polri akan mengawal subsidi (biosolar) harus tepat sasaran,” kata Pipit kepada Alinea.id, Selasa (5/4).
Sementara Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Kombes Gatot Repli mengatakan, penyidik akan berupaya berkomunikasi dengan pihak-pihak terkait. Hal itu dilakukan sejalan dengan pendalaman peristiwa tersebut, sehingga langkah penindakan yang diambil pun akan sesuai.
“Bareskrim tentunya akan melakukan pendalaman dan berkoordinasi dengan stakeholder terkait,” kata Gatot kepada Alinea.id, Kamis (31/3).
Mengenai kelangkaan ini, PT Pertamina (Persero) menyebut disebabkan karena disparitas harga yang jauh antara solar subsidi dan nonsubsidi.
Sebelumnya, Pjs. Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga, SH C&T PT Pertamina Irto Ginting mengatakan disparitas harga yang terjadi mencapai Rp8.000 per liter. Kondisi ini membuat beberapa oknum memanfaatkannya.
"Disparitas harga antara solar subsidi dengan nonsubsidi juga mencapai kurang lebih Rp8.000 rupiah per liter. Ini dimanfaatkan oknum-oknum," paparnya kepada Alinea.id, Selasa (5/4).
Secara umum terjadi tren peningkatan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) seiring dengan terus terkendalinya pandemi. Saat ini menurutnya rata-rata konsumsi sudah mulai menyerupai 2019.
"Pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 5% turut mendorong aktivitas logistik kendaraan angkutan dan ekonomi masyarakat sehingga turut menyumbang peningkatan konsumsi BBM," ungkapnya.
Meski demikian, stok solar hingga Pertalite masih akan aman di level rata-rata 20 hari. Menurutnya stok 20 hari bisa disebut sangat aman.
"Selain stok, kami juga pastikan untuk penyaluran jenis BBM khusus penugasan (JBKP) Pertalite dan jenis BBM tertentu (JBT) solar subsidi sesuai regulasi dan alokasi yang ditetapkan," tuturnya.
Untuk itu, Pertamina akan memastikan penyaluran solar subsidi sesuai regulasi Perpres 191/2014 dan jumlahnya mengikuti alokasi yang diberikan.
"Kami sudah menyalurkan 11% over kuota untuk menormalkan antrean. Saat ini kami terus berkoordinasi dengan BPH Migas untuk memastikan alokasi kuota," lanjutnya.
Sebelumnya, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati menduga adanya penyelewengan penggunaan solar subsidi yang menjadi salah satu penyebab terjadinya kelangkaan solar subsidi. Ia menduga penyelewengan itu oleh industri besar pada perusahaan tambang dan sawit.
Menurutnya, hal tersebut nampak dari meningkatkan penjualan solar hingga mencakup 93%, sementara penjualan solar non-subsidi atau Dex Series menurun menjadi hanya 7%. Nicke memastikan, Pertamina terus mendistribusikan solar subsidi. Supaya, mengurai antrean panjang kendaraan yang terjadi di sejumlah SPBU.
Disebutkan, penyaluran Biosolar per Februari 2022 sudah melebihi kuota sekitar 10%. Padahal, seharusnya hanya 2,27 juta kilo liter menjadi 2,49 juta kilo liter.
Ia mengakui, pihaknya membutuhkan petunjuk teknis dari pemerintah, seperti keputusan menteri, untuk bisa mengantisipasi potensi penyelewengan solar subsidi. Hal ini guna memastikan penyaluran solar subsidi bisa tepat sasaran, sehingga tidak mengalami kelangkaan.