Bareskrim Polri membeberkan posisi termutakhir dari kasus dugaan tindak pidana oleh Koperasi Simpan Pinjam Indosurya. Dalam hal ini, Henry Surya (HS) sang bos, kembali ditetapkan sebagai tersangka.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Whisnu Hermawan mengatakan, penyidik berfokus pada fondasi dari perkara ini. Fondasi yang dimaksud adalah pemalsuan yang dilakukan oleh Henry untuk mendirikan badan usaha koperasinya.
“Sudah ada saksi (mengatakan) bahwa perbuatan saudara HS membuat seolah-olah koperasi itu koperasi yang benar dan seolah-olah mengumpulkan dana masyarakat kurang lebih Rp106 triliun,” kata Whisnu di Bareskrim Polri, Kamis (16/3).
Whisnu menyebut, Henry dijerat dengan Pasal 263 dan Pasal 266 KUHP, serta Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Lantaran, Henry mengakibatkan kerugian para korban dengan total mencapai Rp15,9 triliun.
Dalam penindakan TPPU, penyidik telah melakukan pelacakan aset. Kini aset yang diketahui akan disita mencapai Rp3 triliun.
“Diharap Rp2,4 triliun yang sudah kita sita bisa ditambah dengan aset Rp3 triliun ini bisa dikembalikan kepada para korban,” ujarnya.
Sementara itu, Kasubdit III Dittipideksus Bareskrim Polri Kombes Robertus Yohanes De Deo mengatakan, dugaan pemalsuan yang dilakukan Henry adalah pemberian keterangan palsu dalam akta otentik. Bahkan, Henry juga melakukan pemalsuan tanda tangan dalam akta otentik tersebut.
Akta otentik yang dimaksud adalah berita acara rapat untuk pendirian Indosurya. Sayangnya, tidak ada orang yang hadir di rapat itu dan membuat Henry harus membubuhkan tanda tangan karangannya.
“Surat ini digunakan untuk pendirian koperasi,” kata Robert kepada Alinea.id, Kamis (16/3).
Penyidik juga telah melakukan penyitaan terhadap salinan legalisir acara dan keputusan notaris. Selain itu, ada barang lainnya sebagai penunjang dugaan TPPU.
Pendalaman masih dilakukan untuk mengungkap tersangka lainnya. Bila semua dugaan dalam pasal ini terpenuhi, kata Whisnu, maka Henry terancam pidana kurungan 20 tahun penjara.