Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mencatat, pornografi adalah konten negatif kedua terbanyak yang ditangani saat ini. Pornografi memiliki 49.889 konten atau setara 16% dari total konten negatif.
Terkait hal ini, dosen Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar Andi Fauziah Astrid mengatakan, konten pornografi itu telah menjadi beberapa bentuk seperti blog, novel dewasa, atau percakapan antara lawan jenis. Modusnya bisa lewat pesan suara, grooming, panggilan video, pengiriman foto lewat pesan aplikasi percakapan, maupun kisah percintaan.
"Konten pornografi juga bisa ditemukan di internet, game permainan, film, gawai, atau di koran," katanya dalam kampenye Gerakan Nasional Literasi Digital di Indonesia oleh Kemenkominfo, yang dikutip, Senin (15/5).
Agar terhindar dari konten tersebut, imbuh Andi, sebaiknya dipasang konten penyaring pada perangkat digital yang digunakan. Cara lain adalah menghindari situs atau aplikasi yang mencurigakan, termasuk mengatur setting privasi pada perangkat yang digunakan. Selain itu, orang tua sebaiknya berbicara kepada anaknya mengenai bahaya dari dampak pornografi.
“Media sosial saat ini telah menjadi referensi pengetahuan dan pemahaman bagi semua kalangan, khususnya mahasiswa, juga telah menjadi pembelajaran utama mengenai seks dan kehidupan seksual. Oleh karena itu, patut diwaspadai potensi bahayanya,” ucapnya.
Dalam kesempatan serupa, Ketua Umum Relawan TIK Indonesia Fajar Eri Dianto memandang, paparan konten negatif dapat menyebabkan kerusakan pada prefrontal cortex. Hal ini juga menyebabkan perubahan perilaku netizen dalam berjaring yang akan berdampak sangat negatif terhadap diri sendiri maupun warganet lainnya.
Dampak lainnya, lanjut Fajar, adalah bisa mengganggu aktivitas keseharian, menyebabkan gangguan mental, menimbulkan rasa tak percaya diri, atau membuat seseorang tertutup dengan lingkungan sekitar.
"Bisa menyebabkan perubahan perilaku warganet dalam berjaring yang akan berdampak sangat negatif terhadap diri sendiri maupun netizen lainnya," ujarnya.
Terkait hal tersebut, Jawara Internet Sehat 2022 Firman Gani berpendapat, pentingnya pendampingan terhadap generasi muda dalam hal penggunaan media sosial. Menurut dia, pendampingan tersebut seharusnya dimulai sejak dini atau saat mereka mulai menggunakan media sosial.
“Pemerintah memiliki peran dalam melakukan pengawasan terhadap penggunaan internet kepada generasi muda. Beberapa contoh tindakan pemerintah dalam mengawasi penggunaan internet adalah membuat kebijakan perlindungan data pribadi, menetapkan peraturan perlindungan anak, memantau konten di ruang digital, dan menjalin kerja sama dengan pihak terkait,” tuturnya.