close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Manajer Kampanye WALHI, Wahyu Perdana (kiri), mempresentasikan potensi bencana ekologis pada 2020 saat diskusi di Jakarta, Rabu (29/1/2020). Alinea.id/Rizki Febianto
icon caption
Manajer Kampanye WALHI, Wahyu Perdana (kiri), mempresentasikan potensi bencana ekologis pada 2020 saat diskusi di Jakarta, Rabu (29/1/2020). Alinea.id/Rizki Febianto
Nasional
Kamis, 30 Januari 2020 06:37

Potensi bencana ekologis akan meningkat pada 2020

Lantaran pemerintah mempermudah izin industri ekstraktif.
swipe

Kerusakan lingkungan hidup dan tantangan krisis iklim akan terus terjadi pada 2020. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) pun memprediksi, potensi bencana ekologis diprediksi meningkat.

Manajer Kampanye WALHI, Wahyu Perdana, menerangkan, pemerintah mempermudah izin industri ekstraktif. Parahnya, tanpa memperhatikan aspek kebencanaan. Apalagi, hampir seluruh lokasi penebangan dan pengerukan lokasinya tak jauh dari permukiman warga.

Hal tersebut menjadi pangkal kerusakan lingkungan hidup yang terjadi. Bahkan, membuat masyarakat kian rentan.

Berdasarkan catatan WALHI, terdapat 5.744 desa rawan bencana. Di sekitarnya, ada 8.091 izin pertambangan, 307 izin tanaman industri, 280 izin pengusahaan hutan alam, dan 1783 izin perkebunan.

"Contohnya di pesisir Selat Jawa. Rencana pembangunan infrastruktur berada di lokasi patahan sesar dan megathrust kurang-lebih 30 proyek. Seperti tambang pasir besi, tambang emas, proyek bandara, serta PLTU (pembangkit listrik tenaga uang)," tuturnya dalam diskusi "Tinjauan Lingkungan Hidup 2020: Menabur Investasi, Menuai Krisis Multidimensi" di Jakarta, Rabu (29/1).

Melihat potensi kebencanaan di selatan Jawa, pemerintah mestinya berhenti menerbitkan izin. Juga meninjau ulang perizinan industri ekstraktif dan rencana pembangunan infrastruktur. 

"Apabila pemerintah tidak segera mengambil tindakan, maka pernyataan Jokowi terkait bencana hanya sekadar pernyataan populis biasa," ucap Wahyu.

Dirinya berpandangan, pemerintah berkesempatan memitigasi bencana ekologis. Itu sesuai amanat Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. 

Sayangnya, pemerintah justru fokus pada tahap tanggap darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi. Ini tecermin dalam dokumen rencana nasional penanggulangan bencana (Renas PB).

"Apabila kebijakan pemerintah masih bersifat ekploitatif terhadap sumber daya alam dan abai mengenai dampak lingkungan hidup, tren bencana seperti tahun-tahun sebelumnya akan kembali terjadi. Bahkan, meningkat di tahun 2020," katanya.

img
Rizki Febianto
Reporter
img
Fatah Hidayat Sidiq
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan