Potensi ledakan penyakit mengintai saat abai imunisasi anak
Bayi dari Novi Safitri, 29 tahun, tak henti-hentinya menangis seperti menahan rasa sakit. Suaminya mencoba menenangkan putra mereka yang berusia setahun, kala Novi baru tiba di rumah sehabis bekerja pada Selasa (21/12) malam.
Suhu tubuh anak Novi itu relatif tinggi, terkadang batuk, dan di beberapa bagian badannya muncul ruam. Kondisi kesehatan anak kedua Novi yang lahir pada akhir Desember 2020 itu mirip gejala penyakit campak.
“Dari lahir memang enggak sempat vaksin karena waktu itu kan sedang (tinggi kasus) Covid-19. Jadi, agak takut,” ujar Novi saat berbincang dengan Alinea.id di kediamannya, Tangerang Selatan, Selasa (21/12).
Namun, waswas buah hatinya bakal terkena penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi lebih mendominasi perasaan Novi. Mulanya, ketika usia bayinya baru sebulan, Novi mencari informasi layanan vaksinasi dasar anak di posyandu dekat rumahnya. Sayangnya, usaha Novi nihil lantaran kegiatan imunisasi ditiadakan akibat pandemi Covid-19.
Tak menyerah, ia lantas mencari informasi ke Puskesmas Pisangan, Tangerang Selatan. Layanan imunisasi dasar untuk anak di puskesmas itu pun sedang ditiadakan.
“Di situ saya bingung harus ke mana. Ya sudah, saya enggak nyari vaksin (dasar) dulu,” katanya.
Akhirnya, hingga sekarang ia belum mencari kembali informasi layanan imunisasi dasar. Bila anaknya sakit, ia rawat semampunya.
Potensi kejadian luar biasa
Kepala Puskesmas Pisangan, Tangerang Selatan, Enting mengaku layanan vaksinasi dasar di puskesmas yang dipimpinnya ditutup sejak Januari hingga Oktober 2021 akibat pandemi.
“Karena (wilayah) Pisangan ini termasuk kasus Covid-19 yang tinggi,” kata Enting saat ditemui di kantornya, Tangerang Selatan, Senin (20/12).
Enting berdalih, kebijakan penutupan kegiatan imunisasi itu dilakukan dengan pertimbangan kesehatan balita. Jika tetap dilakukan, Enting khawatir balita akan terinfeksi Covid-19. Apalagi ia merasa, kasus Covid-19 tahun ini terbilang besar karena menyebarnya varian Delta.
Kendati begitu, pihak Puskesmas Pisangan tetap menggelar imunisasi dasar di kantor kelurahan, yang dilakukan secara kolektif. Kegiatan imunisasi dasar tersebut dilakukan setiap hari Rabu dan Sabtu. Sementara, ada 22 posyandu di 12 RW di Kelurahan Pisangan yang melakukan penimbangan terhadap balita dan memberi vitamin A dengan cara mendatangi rumah warga.
“Hanya Februari hingga Agustus itu (kegiatan) penimbangan berjalan,” kata Enting.
Sedangkan jadwal imunisasi ditentukan pula oleh kader posyandu. Dengan segala usaha ini, Enting mengklaim cakupan imunisasi dasar untuk anak sudah melampaui target.
“Di sini antusias warga untuk divaksin sudah cukup tinggi, baik vaksinasi dasar lengkap, vaksinasi anak sekolah, dan vaksinasi Covid-19,” ujarnya.
Berdasarkan keterangan Plt. Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Maxi Rein Rondonuwu ketika temu media secara daring pada Selasa (30/11), capaian imunisasi rutin nasional justru mengalami penurunan sejak 2020.
Target cakupan imunisasi nasional sendiri sebesar 79,1%. Sementara laporan data imunisasi rutin pada Oktober 2021 menyebut, cakupan imunisasi dasar lengkap baru mencapai 58,4%. Provinsi Banten, yang mencakup pula Tangerang Selatan, baru mendekati target, yakni 78,8%.
Maxi mewanti-wanti, cakupan imunisasi yang rendah dan tak merata bisa menimbulkan akumulasi populasi rentan terhadap penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, seperti polio, difteri, pertusis, tetanus, hepatitis, tuberkulosis, campak, dan rubela.
Ia mengungkapkan, saat ini telah terjadi peningkatan kasus penyakit yang bisa dicegah dengan imunisasi di sejumlah daerah dan berpotensi memunculkan kejadian luar biasa, yakni difteri di Kalimantan barat dan Konawe, Sulawesi Tenggara.
Kejadian luar biasa di masa pandemi sudah pula terjadi di negara tetangga, semisal difteri di Vietnam dengan 198 kasus hingga Oktober 2020 dan di negara bagian Shan, Muanmar dengan 36 kasus hingga Juli 2020.
Ketika dihubungi Alinea.id pada Selasa (21/12) untuk mengetahui keterangan lebih lanjut terkait hal ini, Maxi tak merespons hingga laporan ini ditayangkan.
Mencegah kejadian luar biasa
Sementara itu, anggota Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) sekaligus Ketua Pokja Imunisasi Peralmuni, Cissy Rachiana Sudjana Prawira Karasasmita khawatir akan muncul wabah baru bila imunisasi dasar lengkap bagi anak tak digencarkan.
Pasalnya, penyakit seperti campak, rubela, dan difteri cepat menular. Transmisi virus campak bisa mencapai 18 orang, sedangkan difteri mencapai lima orang.
“Penularan PD3i (penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi) itu sangat mudah dan sangat cepat. Mungkin terjadi gap-nya bisa enam bulan atau satu tahun, setelah vaksinasi berhenti,” ujar Cissy saat dihubungi, Kamis (23/12).
Maka, Cissy menilai, imunisasi dasar lengkap sangat penting guna menjaga daya tahan tubuh anak dan membentuk kekebalan kelompok.
Untuk mencegah terjadinya kejadian luar biasa, Cissy mengatakan, tenaga kesehatan perlu melakukan surveilans terhadap anak yang belum mendapat imunisasi dasar lengkap. Salah satu caranya, melakukan pendataan.
Ia pun menyarankan, layanan imunisasi dasar lengkap dibuka kembali, dengan tetap memperhatikan situasi penularan Covid-19 di lingkungan masing-masing.
“Puskesmas bisa mencatat dulu, berapa persen cakupan imunisasi (Covid-19) di daerahnya. Kalau sudah lebih dari 80%, ya sudah, buka lagi saja posyandunya,” tutur Cissy.
Anggota Komisi IX DPR Darul Siska berharap pemerintah daerah dapat lebih memperhatikan imunisasi dasar. Ia menyarankan, program imunisasi itu kolateral dengan vaksinasi Covid-19 pada anak.
“Bagi daerah yang vaksinasi (dasar lengkap) belum mencapai target, jangan alasan sedang fokus mencapai target vaksinasi Covid-19,” ucap Darul, Senin (20/12).
Berdasarkan pengamatannya, sebagian besar pelayanan vaksinasi Covid-19 sudah diambil alih TNI dan Polri. Dengan demikian, politikus Partai Golkar tersebut merasa, pemerintah daerah bisa ikut menggenjot imunisasi dasar lengkap terhadap anak.
“Bagaimanapun, imunisasi ini penting untuk cegah KLB (kejadian luar biasa). Itu sama pentingnya dengan menangani Covid-19,” tutur Darul.
Dihubungi terpisah, epidemiolog dari Griffith University, Australia, Dicky Budiman menuturkan, bakal terjadi potensi masalah baru dalam program kesehatan jika pemerintah abai memberikan imunisasi dasar lengkap.
“Dan ini menjadi beban tambahan ketika kita sedang fokus dalam pengendalian Covid-19,” ujar Dicky, Selasa (21/12).
“Ini harus diperbaiki cepat karena dampaknya akan memperburuk respons pandemi itu sendiri.”
Menurutnya, pelayanan puskesmas harus kembali pada fungsi awal, yakni tak menangani pasien Covid-19. Fasilitas pelayanan kesehatan bagi pasien Covid-19, kata Dicky, mesti terpisah dengan pelayanan kesehatan primer.
Pada awal pandemi Covid-19, Dicky sempat mengusulkan pembentukan klinik Covid-19. Fasilitas pelayanan kesehatan tersebut, dikhususkan melayani pasien Covid-19 di tingkat lingkungan warga. Dengan begitu, katanya, fasilitas pelayanan kesehatan primer tidak terganggu.
“Kalau puskesmas atau rumah sakit dijadikan pusat layanan Covid-19, akan terganggu layanan (penyakit) lain,” ujarnya.
“Nah ini akan meledak (kejadian luar biasa), bukan hanya penyakit yang bisa dicegah dengan imunisasi, tetapi juga diabetes dan kanker yang tertunda penanganannya.”