close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi. Pixabay
icon caption
Ilustrasi. Pixabay
Nasional
Selasa, 31 Agustus 2021 21:07

Apkesi beberkan potensi masalah riset kesehatan imbas peleburan BRIN

SDM dan perkembangan riset kesehatan akan turut terdampak akibat institusi litbangjirap kementerian/lembaga diintegrasikan ke dalam BRIN.
swipe

Asosiasi Peneliti Kesehatan Indonesia (Apkesi) berpendapat, Pasal 48 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Sisnas Iptek) akan turut memengaruhi terhadap riset kesehatan. Sumber daya manusianya (SDM) di dalamnya juga bakal terdampak.

Ketua Apkesi, Agus Purwadianto, lantas mengumpamakan peneliti pada lembaga penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan (litbangjirap) sebagai ikan. Sementara itu, ekosistemnya dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang tertuang dalam Pasal 48 UU Sisnas Iptek bak akuarium.

"Kalau kita lihat di sini, di dalam Pasal 48, betul terintegrasinya bermasalah," ucap Agus dalam webinar Alinea Forum bertema "Uji Materi Regulasi BRIN" pada Selasa (31/8). "Dalam konteks peneliti, peneliti ibaratnya seperti ikan. Yang diatur di sini, kan, akuariumnya. Bisa dibayangkan kalau akuariumnya keliru? Ya, banyak ikan yang mati. (Sebaliknya) kalau akuariumnya baik, maka ikannya hidup." 

Agus menambahkan, pengintegrasian lembaga litbangjirap kementerian/lembaga ke dalam BRIN pun akan menjadi dilema bagi peneliti, terutama aparatur sipil negara (ASN) dengan jabatan fungsional non-kesehatan di bawah Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kemenkes, calon peneliti ASN, birokrat, profesi mandiri, peneliti musiman, peneliti yang merangkap dosen, dan sebagainya.

Oleh karena itu, dia menyarankan pengintegrasian ini tidak serta merta menjadikan BRIN mengendalikan semua inovasi dan invensi yang selama ini dilakukan litbangjirap setiap kementerian/lembaga. Misalnya, hasil invensi dan inovasi litbangjirap tidak otomatis laik diterapkan langsung kepada manusia, apalagi sedang sakit atau populasi sehat berisiko pada kesehatan masyarakat (kesmas).

Selain itu, menyangkut uji klinik keamanan dan khasiat obat/alat kesehatan (alkes) yang dilakukan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan uji litbang berbasis profesi dokter/tenaga kesehatan khusus.

Menurut Agus, itu semua tidak bisa diberikan ke BRIN. "Karena ini menyangkut manusia dan seluruh dunia juga sama," tegasnya.

Berikutnya, menyangkut biosekuriti yang menggunakan bahan berbahaya berdampak intervensi kesehatan masyarakat.

Pasal 48 UU Sisnas Iptek bakal digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pangkalnya, frasa "terintegrasi" dan "antara lain" di dalamnya multitafsir sehingga bisa diartikan lebih luas dari yang tertuang dalam penjelasannya.  

Kritik serupa juga disampaikan Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), Satryo Soemantri Brodjonegoro, dalam kesempatan sama. Katanya, riset dan iptek di Tanah Air akan mengalami kemunduran imbas pengintegrasian litbangjirap ke dalam BRIN.

"Dan untuk memulihkan kembali hampir tidak mungkin karena kita dengan cara seperti ini, menghilangkan esensi kegiatan riset dan inovasi," ucapnya.

Dirinya berpendapat demikian lantaran pengembangan riset dan iptek pada hakikatnya mesti mandiri dan otonomi. Pun dilakukan secara akuntabel sesuai performa dan prestasinya.

"Seyogianya (peleburan lembaga) ini dihindari. Jangan sampai, mohon maaf, BRIN nanti jadi superbody. Masa dia buat perencanaan, berikan anggaran, melaksanakan, memantau, mengevaluasi, dan sebagainya. Di mana peran check and balance?" tuturnya.

img
Marselinus Gual
Reporter
img
Fatah Hidayat Sidiq
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan