Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti menilai larangan buka puasa bersama (bukber) bagi pejabat, jika tidak dipahami dengan benar, bisa berdampak pada berkurangnya suasana kekeluargaan dan ukhuwah di bulan suci Ramadhan.
"Yang perlu ditekankan adalah bagaimana agar buka bersama tidak berlebih-lebihan sampai makanan terbuang," kata Abdul Mu’ti dalam cuitan akun Twitter-nya @Abe_Mukti dikutip Jumat (24/3).
Padahal, kata Mu’ti, sepanjang tidak menggunakan anggaran negara dan tetap dilaksanakan secara sederhana, bukber sedianya masih bisa dilakukan dan dinikmati masyarakat.
"Tidak seharusnya para pejabat negara dilarang menyelenggarakan buka bersama," tuturnya.
Menurut Mu’ti, dengan bukber tersebut justru bisa mencairkan hubungan serta bisa menjadi sarana komunikasi antara para pejabat negara dengan masyarakat.
Sementara itu, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin menilai larangan bagi pejabat maupun jajaran di instansi pemerintah tidak menggelar buka puasa bersama tidak adil.
"Tidak arif karena terkesan tidak memahami makna dan hikmah buka puasa bersama antara lain untuk meningkatkan silaturahim yang justru positif bagi peningkatan kerja dan kinerja Aparatur Sipil Negara," kata Din dalam keterangannya, Jumat (24/3).
Din membeberkan alasan ketidakadilan tersebut. Menurutnya, salah satu alasan mengada-ada soal bahaya Covid-19. Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai melanggar ucapannya sendiri dengan mengadakan acara pernikahan putranya yang mewah dan mengundang kerumunan.
"Begitu juga bukankah Presiden terakhir ini sering berada di tengah kerumunan? Janganlah ucap dan laku berbeda, karena menurut Al-Qur'an "suatu kehinaan besar di sisi Allah bagi seseorang yang hanya mengatakan apa yang tidak dikerjakannya," tegas Din.
Selain itu, kata Din, kebijakan yang tidak bijak itu dimunculkan secara terbuka di tengah umat Islam mulai menjalankan ibadah-ibadah Ramadan yang antara lain mengadakan buka puasa berdama atau Iftar Jama'i.
"Bahwa jika nanti para pejabat/tokoh pemerintahan tidak mengadakan Buka Puasa Bersama dapat kita catat bahwa rezim ini meniadakan tradisi Ramadan yang baik yang sudah berjalan baik sejak dulu," ujarnya.
Lebih lanjut Din menerangkan, dalam ajaran Islam bagi yang mampu sebaiknya terus mengadakan buka puasa bersama. Bukan justru mentaati perintah pemimpin yang bermaksiat kepada Allah subhanahu wa ta'ala.
"Camkan Hadits Nabi seseorang yang memberi makan orang yang berpuasa akan mendapat pahala setimpal pahala orang yang berpuasa itu," pungkas Din.
Sebelumnya, Presiden Jokowi melarang kegiatan buka puasa bersama alias bukber selama ramadhan 1444 hijriah atau tahun 2023 ini.
Larangan itu tertuang dalam surat Sekretaris Kabinet Republik Indonesia nomor 38/Seskab/DKK/03/2023 perihal arahan terkait penyelenggaraan buka puasa bersama. Surat tertanggal 21 Maret 2023 ini diteken oleh Menteri Sekretaris Kabinet (Menseskab) Pramono Anung.
Dalam surat tersebut, pandemi Covid-19 menjadi alasan pelarangan lantaran masih dalam masa transisi dari pandemi menuju ke endemi.
"Sehubungan hal tersebut, pelaksanaan kegiatan buka puasa bersama pada bulan suci ramadhan 1444 hijriah agar ditiadakan," demikian bunyi surat tersebut.