Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan transaksi keuangan mencurigakan senilai Rp183,8 triliun sepanjang 2022. Angka ini berasal dari 1.215 laporan hasil analisis PPATK terkait transaksi keuangan mencurigakan.
"Sepanjang tahun 2022 saja, 11 bulan ini, PPATK telah menyampaikan 1.215 laporan hasil analisis laporan yang terkait dengan 1.544 laporan transaksi keuangan mencurigakan," kata Ketua PPATK Ivan Yustiavandana dalam acara Refleksi Akhir Tahun PPATK di kantornya, Jakarta Pusat, Rabu (28/12).
Disampaikan Ivan, sepanjang 2022 terdapat peningkatan jumlah laporan yang diterima PPATK sebesar 12,1% dibandingkan periode Januari-November 2021.
Terdapat 25.053.582 laporan yang diterima PPATK pada 2022 dengan jumlah 81.256.277 transaksi. Sedangkan, pada 2021, PPATK menerima 20.143.792 laporan dengan jumlah 67.768.966 transaksi.
Selain itu, imbuh Ivan, pihaknya telah mengirimkan 3.990 permintaan informasi kepada pihak pelapor, yang meliputi PJK bank, PPJK non-bank, serta regulator atau instansi lainnya.
"Jadi, per hari sekitar 100 surat dikirim kepada pihak pelapor terkait kebutuhan eksplorasi data lanjutan," ujar Ivan.
Ivan menuturkan, tahun ini PPATK turut membantu penerimaan negara dari tiga hasil pemeriksaan (HP) atas perkara yang telah berkekuatan hukum tetap. Putusan atas tiga HP tersebut telah berkontribusi pada penerimaan negara dari denda sebesar Rp1,65 miliar, uang pengganti sebesar Rp13,9 miliar dan SGD 1,095 juta.
"PPATK juga berpartisipasi aktif dalam Satgas BLBI, dalam rangka membantu penyitaan aset-aset terkait," tutur Ivan.
Ditambahkan Ivan, sejak Januari 2020 hingga 2022, realisasi penerimaan negara dari hasil analisis dan pemeriksaan PPATK yang disampaikan ke Ditjen Pajak Kemenkeu sebesar Rp7,04 triliun. Sementara, realisasi penerimaan negara pada periode sebelumnya atau sebelum 2020-2022 sebesar Rp 4,8 triliun.