Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) tengah melacak aliran uang Rp40 miliar yang diterima anggota III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Achasnul Qosasi, terkait kasus dugaan korupsi BTS 4G BAKTI Kominfo. Achsanul sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.
Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, mengatakan, penelusuran aliran dana tersebut dilakukan tanpa menunggu permintaan Kejaksaan Agung (Kejagung). Kasus tersebut diusut kejaksaan.
"Ya, kami sudah tangani dan proses. Kami tangani secara proaktif," katanya saat dikonfirmasi, Jumat (10/11).
Uang Rp40 M tersebut diserahkan terdakwa sekaligus Komisaris PT Solitech Media Sinergy kala itu, Irwan Hermawan, melalui orang kepercayaannya sekaligus terdakwa, Windi Purnama, di sebuah hotel pada 19 Juli 2022. Duit diterima Achsanul melalui perantara bernama Sadikin Rusli.
Penelusuran juga dilakukan Kejagung dengan memeriksa sopir, ajudan, dan sekretaris Achsanul hingga pegawai BPK, Senin (6/11). Apalagi, ia turut dijerat pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU).
"Kalau TPPU untuk AQ, itu, kan, memang sudah ditetapkan. Sekarang, kita sedang melakukan pendalaman untuk menelusuri uangnya itu ke mana saja," ucap Kasubdit Penyidikan Korupsi dan TPPU Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Haryoko Ari Prabowo, Rabu (8/11).
Achsanul dijerat Pasal 12 b, Pasal 12 e, atau Pasal 5 ayat (1) jo. Pasal 15 UU Tipikor atau Pasal 5 ayat (1) UU TPPU. Ia telah ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel).
Prabowo melanjutkan, penyidik akan melakukan penelusuran hingga ke bisnis yang digeluti Achsanul, Madura United. Namun, belum dilakukan hingga kini. Klub Liga 1 Indonesia itu dimiliki Achsanul melalui PT Polana Bola Madura Bersatu.
"Kita memang belum sampai ke sana. Tetapi, semuanya pasti kita dalami aset-asetnya ini," jelasnya.
Pengenaan TPPU
Terpisah, pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menilai, tidak sukar mengusut aliran dana yang diterima Achsanul. Sebab, perubahan kekayaan akan terlacak dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
"Penambahan yang mencolok itu menjadi dasar penetapan tindakannya sebagai TPPU karena jika dibandingkan dengan perolehan gaji resmi sebagai anggota BPK. Itu sangat menyolok," jelasnya kepada Alinea.id.
Menurut Fickar, sekalipun anggota BPK tersebut berprofesi sebagai pengusaha, tetapi mudah untuk melacak (tracing) asal-usul kekayaan yang diperolehnya.
"Apalagi, [jika] tidak sesuai bahkan jauh berbeda dengan profil keuangannya yang biasa. Karena itu, jika penambahan itu berasal dari kejahatan, pasti akan terlacak," yakinnya.
Fickar pun mendukung pengenaan pasal TPPU, yang kejahatan asalnya korupsi, kepada Achsanul. Bahkan, kepada siapa pun yang profil kekayaannya mencurigakan.
"Siapa pun, termasuk anggota DPR yang lain, jika profil keuangannya mencurigakan karena berbeda dengan profil yang biasanya, maka bisa dibidik selain dengan TPPU, juga tindak pidana korupsi," tegasnya.
Sinergi BPK-Kejagung
Di sisi lain, BPK didorong berkoordinasi dengan Kejagung menyusul ditersangkakannya Achsanul dalam kasus BTS. Ini perlu dilakukan untuk menunjukkan komitmen terhadap pemberantasan korupsi.
"Kasus BTS itu megaskandal karena melibatkan berbagai pemangku kepentingan dan aktor. Maka, perlu mobilisasi institusi hukum, tidak hanya kejaksaan," ucap Dekan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Krisnadwipayana (FIA Unkris), Ade Reza Hariyadi, kepada Alinea.id.
Kemudian, sambungnya, kerja sama keduanya untuk memudahkan BPK dalam menangani dugaan pelanggaran etik oleh Achsanul. Apalagi, Achsanul merupakan Ketua Majelis Kehormatan Kode Etik (MKKE) BPK.
"Tentu proses di BPK harus menunjukkan komitmen terhadap penegakan hukum. Misalnya, dengan proses peradilan atau penegakan etik terhadap Achsanul Qosasi meskipun yang bersangkutan punya hak hukum. Ini untuk menunjukkan BPK bersih-bersih diri, punya sikap positif terhadap penegakan hukum," urainya.
MKKE adalah majelis untuk menegakkan kode etik pegawai BPK sesuai mandat Pasal 30 Undang-Undang (UU) Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK. MKKE terdiri dari 5 orang: 2 unsur BPK, 2 unsur akademisi, dan 1 lainnya unsur profesi. Adapun keempat anggota MKKE BPK lainnya adalah Nyoman Adhi Suryadnyana (BPK), Agus Surono (profesi), Rusmin (akademisi), dan Lindawati Gani (MKKE).
Merujuk Pasal 7 ayat (1) Peraturan BPK Nomor 5 Tahun 2018 tentang MKKE BPK, anggota MKKE diberhentikan sementara jika melakukan pelanggaran kode etik atau menjadi tersangka dalam tindak pidana kejahatan. Aturan ini mestinya diterapkan kepada Achsanul.
Apabila hal tersebut tidak dilakukan, Reza berpendapat, masyarakat akan menilai BPK tak berkomitmen memberantas korupsi. Imbsanya, kepercayaan publik menurun.
"Yang kita khawatirkan ada pandangan stereotipe terhadap BPK. Padahal, cuma perbuatan beberapa oknum, tapi karena tidak progresif membenahi internal dan memberantas korupsi, jadi BPK dinilai bersikap permisif," katanya.