close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi menjaga jarak selama pandemi Covid-19. Alinea.id/Bagus Priyo
icon caption
Ilustrasi menjaga jarak selama pandemi Covid-19. Alinea.id/Bagus Priyo
Nasional
Kamis, 14 Januari 2021 11:22

PPKM Jawa-Bali: Penanganan pandemi Jokowi yang masih sekadar gimmick

Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) diprediksi tidak akan efektif karena tidak berlaku di semua zona merah.
swipe

Melonjaknya jumlah kasus positif Covid-19 pada awal 2021 mendorong pemerintah menetapkan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di Jawa dan Bali. PPKM diberlakukan sejak 11 Januari dan akan berakhir pada 25 Januari jika tidak diperpanjang. 

Lewat instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2021 tentang Pembatasan Kegiatan Masyarakat di Pulau Jawa dan Bali, PPKM ditetapkan berlaku di seluruh wilayah DKI Jakarta dan 68 kabupaten/kota di 6 provinsi di Jawa dan Bali. 

Menurut Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Airlangga Hartarto, pemerintah menetapkan PPKM untuk menekan laju penyebaran Covid-19. PPKM juga diberlakukan lantaran tingkat keterisian rumah sakit di daerah zona merah rata-rata sudah di atas 50%.

"Per Desember kemarin itu ada 48.434 (kasus positif). Nah, ini per Januari ini sudah meningkat menjadi 51.986," ujar Airlangga dalam konferensi pers virtual yang ditayangkan akun Youtube Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB),  Kamis (7/1).

Sehari setelah diumumkan Airlangga, rencana PPKM Jawa-Bali juga sempat disinggung Jokowi. Saat membuka acara pemberian bantuan modal kerja di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Jokowi membandingkan kondisi Indonesia dengan negara yang menerapkan karantina wilayah, seperti Inggris, Jepang, dan Thailand.

"Alhamdullilah, (Indonesia) masih beruntung tidak sampai lockdown. Kalau negara-negara lain di Eropa, lockdown itu enggak sebulan atau dua bulan (saja). Bisa sampai tiga bulan," kata mantan Gubernur DKI Jakarta itu.

Selain di DKI, PPKM berlaku di 3 kabupaten/kota di Banten, 6 kabupaten/kota di Yogyakarta, 11 kabupaten/kota di Jawa Timur, 19 kabupaten/kota di Jawa Barat, 23 kabupaten/kota di Jawa Tengah, dan 6 kabupaten/kota di Bali. 

Secara konsep, PPKM mirip dengan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang diterapkan sejumlah daerah dalam menghadapi pandemi Covid-19. Yang membedakan keduanya terutama ialah cakupan wilayah dan tingkatan pembatasan. 

Kawasan perkantoran, misalnya, diwajibkan menerapkan work form home (WFH) sebesar 75% dan work from office (WFO) sebesar 25% dengan memberlakukan protokol kesehatan secara lebih ketat. Pada PSBB DKI sebelumnya, ruang-ruang perkantoran masih diperbolehkan terisi pegawai hingga kapasitas 50%. 

Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Benni Irwan mengatakan pemerintah pusat menyerahkan keputusan untuk menetapkan daerah yang wajib PPKM kepada pemerintah provinsi masing-masing. Izin pusat tidak lagi diperlukan sebagaimana pada PSBB.

"Kalau PPKM itu, nuansanya lebih top-down karena kita melaksanakan PPKM dalam waktu yang cepat dan serentak berdasarkan data Satgas. Itulah yang dijadikan untuk menentukan wilayah yang perlu melaksanakan PPKM," kata Benni saat dihubungi Alinea.id, Rabu (13/1).

Untuk daerah-daerah lain yang tidak menerapkan PPKM, Benni mengatakan Kemendagri meminta agar pemda tetap mengawasi pelaksanaan protokol kesehatan di masyarakat sebagaimana isi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020 tentang PSBB dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19. PP itu diteken Jokowi, Maret lalu.

"Masing-masing daerah untuk tetap melakukan upaya yang bisa mengurangi penyebaran covid, termasuk pemda mengaktifkan 3T (testing, tracing dan treatment), melihat kebutuhan tempat tidur, peningkatan layanan rumah sakit. Kemudian posko-posko diaktifkan kembali untuk mengurangi penyebaran Covid," kata dia. 

 Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjalani vaksinasi Covid-19 di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Rabu (31/1). Foto dok. Biro Pers Sekretariat Presiden/Muchlis Jr

Zona merah di luar Jawa-Bali diabaikan

Berdasarkan data Tim Komunikasi Komite Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan Pemulihan Ekonomi Nasional, terjadi penambahan pasien terkonfirmasi positif harian sebanyak 10.047 kasus per Selasa (12/1). Pada hari itu, total kumulatifnya mencapai 846.765 kasus. 

Seiring peningkatan jumlah kasus harian, daerah yang jadi zona merah terus bertambah. Menurut Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito, jumlah zona merah meningkat dari 54 kabupaten/kota menjadi 70 kabupaten/kota pada 10 Januari 2021. Zona oranye atau risiko sedang turun dari 388 menjadi 374 daerah. 

Dari hasil penelusuran Alinea.id, ternyata tak semua daerah yang masuk zona merah dikenakan PPKM. Di Banten, misalnya, saat ini PPKM hanya berlaku di Tangerang dan Tangerang Selatan atau kaawasan Tangerang Raya. Padahal, Kabupaten Serang dan Kota Cilegon juga sudah masuk zona merah di provinsi tersebut.

Fenomena serupa juga terjadi di Jawa Tengah. Meskipun kini masuk sebagai daerah zona merah, PPKM tidak diberlakukan di Kendal, Temanggung, Kota Pekalongan, Rembang, Kota Surakarta, Semarang, Kebumen, Kota Salatiga, dan Brebes.

Pakar kebijakan publik Agus Pambagio mengaku pesimistis PPKM bakal efektif jika tidak ada sanksi yang tegas. Selain itu, pembatasan aktivitas dan mobilitas masyarakat tidak terjadi secara menyeluruh di semua zona merah dalam provinsi. 

"Sanksi itu hanya bisa dengan undang-undang atau perda (peraturan daerah). Yang ada perda kan cuma Jawa Timur dan DKI Jakarta. Terus daerah lain bagaimana cara sanksinya? Kan enggak akan bisa. Bagaimana akan berhasil? Enggak akan bisa," kata Agus saat dihubungi Alinea.id, Senin (11/1).

Agus menilai PPKM hanya sekadar pencitraan pemerintah pusat. Pasalnya, hampir tidak ada perbedaan antara PPKM dan PSBB yang berlaku selama ini. "Dan enggak jelas dua-duanya. Udah tahu kan PSBB gagal. Bagi saya, PSBB gagal karena yang terjangkit ini naik terus," kata dia. 

Hingga saat ini, jumlah kasus harian positif Covid-19 masih fluktuatif. Para epidemolog umumnya sepakat puncak pandemi RI belum terlewati. Puncak pandemi baru terlewati jika jumlah kasus positif turun secara signifikan dalam beberapa pekan. 

Pakar kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiyansah sepakat PPKM yang digelar secara parsial tidak bakalan efektif. Menurut dia, seharusnya PPKM diberlakukan pada semua daerah zona merah di Jawa dan Bali.

"Ini kan seolah-olah pemerintah setengah hati menjalankan PPKM. Misalnya, Banten hanya Tangerang Raya. Padahal, wilayah merah itu termasuk Serang. Jawa Barat juga begitu, hanya beberapa dan oleh Ridwan Kamil ditambah lagi masuk PPKM. Nah, ini kan parsial. Artinya warga itu masih secara bebas melakukan pergerakan," ujar Trubus kepada Alinea.id, Selasa (12/1).

Lebih jauh, Trubus mengatakan, pemerintah juga harus menetapkan kebijakan yang tegas untuk mengelola pandemi di zona merah di luar Jawa dan Bali. Menurut dia, masih banyak daerah yang ragu menjalankan PSBB nasional yang kini masih berlaku.

"Untuk wilayah-wilayah di luar PPKM harusnya dibuat kebijakan sendiri, apakah PSBB atau bagaimana? Karena PSBB sama PPKM kan beda. Harusnya kan ada penjelasan detail sehingga perlakuan kepala daerah mempunyai dasar hukum," kata Trubus.

Ilustrasi pandemi Covid-19 di DKI Jakarta. Alinea.id/Oky Diaz

Opsi paling masuk akal 

Guru besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM-UI) Hasbullah Thabrany mengatakan PPKM merupakan opsi paling rasional yang bisa diambil pemerintah untuk mengendalikan laju pandemi. Menurut dia, karantina wilayah atau lockdown sudah tidak bisa lagi dilakukan lantaran virus Covid-19 sudah menyebar. 

"Pada awal-awal (lockdown jika dilaksanakan) bagus karena kasusnya bisa teridentifikasi. Kalau sekarang masyarakat sudah menyebar, berpergian. Nah, Jawa-Bali ini, dari segi karakter, itu sudah betul (diterapkan PPKM)," ujar Hasbullah kepada Alinea.id, Selasa (13/1). 

Meskipun PPKM hanya ditetapkan untuk Jawa dan Bali, Hasbullah mengingatkan agar daerah-daerah lain tidak boleh kendor mengawasi pelaksanaan PSBB secara nasional. Dia menyebut, PPKM tidak menghapus PSBB yang berlaku secara nasional.

"Bukan berarti di luar Jawa-Bali ini dibolehkan dilepas, tidak. Di daerah lain masih berlaku aturan lama di mana masing-masing pemda diberi kewenangan dan diwajibkan mendanai semua kegiatan untuk mencegah corona dengan melakukan refocusing pendanaan," ujar dia.

Infografik Alinea.id/Bagus Priyo

Sebagaimana PSBB, Hasbullah menilai tantangan PPKM masih serupa, yakni memperkuat kedisplinan warga dan petugas di lapangan dalam menjalankan protokol kesehatan. Menurut dia, jumlah kasus positif tidak kunjung turun lantaran protokol kesehatan diabaikan. 

"Ini jadi kendala di Indonesia, komitmen dan pemahaman, etos kerja pemda bervariasi luas dengan adanya desentralisasi. Tidak ada fungsi komando yang jalan seperti di negara-negara yang tidak desentraliasi seperti China atau yang punya komando kuat secara nasional seperti Thailand di mana raja dipatuhi. Kita tidak punya raja di Indonesia. Enggak ada yang dengar," jelasnya.

Anggota Komisi IX DPR Kurniasih Mufidayati meminta agar pemerintah berhati-hati mengeluarkan kebijakan penanganan pandemi. Menurut dia, kenaikan jumlah kasus secara signifikan pada awal 2021 tak lepas dari gembar-gembor "new normal" yang terlalu dini. 

"Kita berpesan, kalau mengeluarkan kebijakan itu jangan overlap, terus jangan berubah-ubah, terus saling terintegrasi antara satu kebijakan dengan kebijakan lain, tidak saling tumpang tindih," kata Kurniasih kepada Alinea.id.  

Selain penguatan terhadap kebiasaan mencuci tangan, memakai masker dan menjaga jarak (3M), Kurniasih menyarankan agar kebijakan PPKM dibarengi dengan kegiatan 3T yang masif berbasis wilayah atau komunitas. "Kalau 3M tidak dilaksanakan, PSBB seketat apa pun akan susah," kata dia. 

img
Marselinus Gual
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan